Friday, April 24, 2015

Gathering STK Muda IPB

Demi menjaga soliditas tim dan mempererat rasa kekeluargaan, Departemen Statistika (STK) IPB mengadakan family gathering para dosen muda STK. Acara ini diadakan di restoran Tumbar Jinten, Sentul, Bogor pada Minggu, 19 April 2015. 

Acara ini atas inisiasi Sekretaris Departemen, Bagus Sartono, sekaligus syukuran ulang tahunnya. Sebagai pengurus departemen, para dosen STK muda yang merupakan generasi penerus departemen ini, perlu mengadakan acara-acara santai seperti ini untuk menambah keakraban dan memperlancar komunikasi. Bagus berharap, kearaban dan kelancaran komunikasi yang terjalin antar pengurus departemen dapat berdampak pada kelancaran dalam menjalankan program-program departemen.

"Bagaimanapun, masa depan departemen ada di tangan kita-kita, para generasi muda. Harapannya, dengan kumpul-kumpul seperti ini dapat mempererat kekeluargaan kita, komunikasi dapat berjalan baik, sehingga hal ini akan berdampak pada kelancaran dalam menjalankan program departemen. Saya berharap, keakraban yang terbentuk di sini, akan terbawa terus dalam keseharian kita saat bekerja" ujar Bagus saat membuka acara gathering ini.

Selanjutnya, Ketua Departemen Anang Kurnia, menyampaikan beberapa program kerja departemen dalam waktu dekat. Anang juga menyampaikan tentang program hibah penelitian dan pengabdian masyarakat, serta jalinan kerjasama Departemen Statistika dengan universitas-universitas di luar negeri. Anang menekankan bahwa sampai saat ini yang belum pernah digarap serius adalah program pengabdian masyarakat melalui jalur hibah. Sehingga, dia berencana tahun ini untuk mulai memikirkan usulan hibah pengabdian masyarakat. Dengan banyaknya peluang-peluang pengembangan departemen seperti sekarang ini, Anang berharap agar semua pengurus departemen dapat terlibat aktiv.

"Saat ini banyak PR yang harus kita kerjakan dalam rangka pengembangan departemen, diantaranya usulan hibah dan kerjasama luar negeri. Maka dari itu, saya sangat mengharapkan peran serta aktiv dari rekan-rekan semua" kata Anang dalam sambutannya.

Setelah Anang selesai menyampaikan sambutannya, selanjutnya Farit Mochamad Afendi selaku Komisi Pendidikan (Komdik) giliran bicara. Sesuai dengan tugasnya, Farit bicara mengenai program-program departemen bidang akademik.

Sementara itu, ketika para dosen ini sedang berbincang-bincang serius, para istri/suami sibuk menemani anak-anak mereka bermain. Di restoran itu terdapat tempat bermain anak yang bersih dan nyaman. Anak-anak terlihat begitu ceria dan gembira bermain bersama di sana.

Bincang-bincang serius berakhir setelah penuturan Komdik. Acara berikutnya adalah makan siang bersama. Sambil ngobrol-ngobrol ringan mereka menikmati hidangan Yang telah tersaji sejak awal acara. Setelah shalat dzuhur, mereka berfoto bersama seluruh pengurus departemen beserta keluarga yang hadir. _csi.

Perpisahan English Course GE3A UI Depok

Tak terasa waktu begitu cepat berlalu. Hari itu, Sabtu, 18 April 2015 adalah hari terakhir kursus Bahasa Inggris. Hari itulah kami menjalani final test. Waktu tiga bulan berlalu sudah, tiba saatnya kami berpisah. 

Mr. Yogi sebagai salah satu teacher kami, berinisiasi untuk mengadakan pesta perpisahan kecil-kecilan. Kami masing-masing membawa snack untuk kami makan bersama. Kami merayakan pesta kecil ini dengan gembira. Bercanda dan foto bersama.  Ada acara penyerahan kue secara simbolis kepada perwakilan teacher kami.

Sebagai lambang kekompakan dan kebahagiaan, kami mengenakan dress code berwarna biru. Dengan pakaian yang serupa warna ini kami terlihat homogen. Padahal dalam satu kelas ini, kami terdiri dari berbagai macam usia dan tingkat pendidikan. Ada yang siswa SMP, SMA, mahasiswa S1, mahasiswa S2, lulusan S2, guru, dosen, dan sebagainya. Keragaman ini tak membuat kami terbelah, justru semakin membuat kami hangat.

Saya pribadipun merasa senang bisa belajar bersama dengan teman-teman dari seluruh penjuru kota. Setiap sabtu saya dan teman saya yang sama-sama dari Bogor mengejar kereta, mencari lingkungan yang mendukung peningkatan kemampuan bahasa inggris kami. Di LBI FIB Universitas Indonesia inilah tempatnya. Thanks for Mr. Dwipa & Mr. Yogi, and thanks so much for my friends. Semoga ilmu kita berkah. Aamiin. :)

Wednesday, April 15, 2015

Catatanku : Tulisan Tanpa Tema

Rabu, 15 April 2015, 16 : 15.

Aku keluar ruang Departemen tepat jam 4 sore. Setelah menekankan jempol di finger print, aku buru - buru ke piggir jalan. Takut ketinggalan jemputanku, bis IPB.

Bis ini sangat setia, pagi menjemput dan sore mengantar kami. Namun, sangat disiplin, tak ada toleransi. Telat 1 menit saja, dia berlalu. Tersungkur kita sendirian ditinggalkannya. Seperti yg kualami setiap pagi dua hari berturut-turut ini.

Perjalanan Baranangsiang - Dramaga harus aku jalani minimal 2 kali dalam seminggu. Rasa enggan terkadang menerpaku. Terburu-buru di pagi hari mengejar bis, atau berdesakan di angkot yang panas dan sempit. Terkadang membuatku lelah. Ketika pulang, sampai rumah, biasanya tinggal menggelepar, seperti ikan yang dilempar ke daratan.

Semua ini harus aku jalani. Bukan sekedar karena profesi. Namun, demi sebuah mimpi. Bagaimanapun harus kuperjuangkan sampai mati.

Alat transportasi berbentuk balok beroda empat ini melaju kencang. Alhamdulillah sudah setengah perjalanan. Ini berarti jalan tidak macet. Lebih tepatnya belum macet. Semoga sampai tujuan perjalanan lancar.

Duduk terpaku di kendaraan, terasa sangat membosankan. Sementara, perjalanan memakan waktu minimal 1 jam. Sangat sayang waktu disia-siakan selama itu jika tidak melakukan apa-apa. Biasanya, aku membaca, tidur, atau berfikir.

Kini aku ingin melakukan hal yang berbeda. Aku menulis. Entah apa yang aku tulis ini, aku tak peduli. Aku hanya mencoba merangkai kata. Walaupun tanpa tema.

Aku lakukan ini untuk melatih kemampuanku berbahasa. Karena, dalam sehari ini aku berkutat dengan data, angka, dan simbol-simbol matematika. Supaya jiwaku lebih berwarna, aku harus belajar beragam pola.

Menulis adalah aktivitas yang pengaruhnya sangat magic. Entah bagaimaan caranya, setelah menulis pikiranku lebih tertata, hatiku lebih bertenaga, jiwaku lebih berwarna, dan semangatku lebih membara. Inilah manfaat menulis. Walau hanya berupa tulisan tanpa tema................ #wadooowwhh... Sampe gunung batu maceeet euy.. hehehe..

Friday, April 10, 2015

Menjadi Pribadi Pembelajar Sejati

Beberapa hari yang lalu, ada seorang teman bertanya kepada saya,
“Mbak, gimana sih caranya biar kita bisa hobi belajar?”

Dia adalah mahasiswa S2 di salah satu program studi di kampus saya. Karena sambil bekerja, maka dia mengambil program non reguler, yang kuliahnya jum’at dan sabtu. Saya tinggal satu kos-kosan dengannya. Kalau saya perhatikan, sebenarnya dia sudah begitu rajin. Pulang kerja jam 8 malam masih bisa melanjutkan belajar. Benar-benar serius dalam berusaha. Wanita yang tangguh!

Namun, ternyata, sepertinya dia masih merasa belum maksimal dalam belajar. Pertanyaannya itu menunjukkan kalau dia masih ingin lebih baik lagi. 

Saya berfikir sejenak sebelum menjawab. Mencoba mencari jawabannya dalam diri saya. Kenapa saya hobi belajar? Mungkin lebih tepatnya gemar belajar ya, bukan hobi belajar. 

Setiap manusia melakukan sesuatu itu disebabkan karena ada dorongan dalam dirinya. Kecuali seseorang yang sedang dalam kondisi tidak sadar atau mabuk. Kita makan karena kita lapar atau karena kepengen makan. Kita tidur karena ngantuk. Kita bekerja karena ada dorongan dalam diri untuk beraktualisasi diri, meningkatkan kapasitas diri, untuk mendapatkan penghasilan, dan sebagainya. Dorongan dalam diri ini dapat kita sebut sebagai ‘motivasi’.

Jadi, seseorang akan bertindak jika ada motivasi dalam dirinya (yang dalam kondisi sadar). 

Lalu, apakah yang melatarbelakangi timbulnya motivasi dalam diri seseorang?

Dorongan dalam diri akan muncul, biasanya karena seseorang itu menginginkan sesuatu. Misal, seseorang akan berusaha masuk kuliah di kedokteran karena dia ingin menjadi dokter. Seseorang akan belajar akting atau ikut casting, karena ingin menjadi bintang film atau sinetron atau artis. Seseorang ikut bergabung di partai politik karena ingin jadi politisi. Seseorang sengaja pergi ke pasar karena ingin berbelanja, karena akan berjualan, atau karena ada kepentingan lainnya. Dan sebagainya. Keinginan untuk ‘menjadi sesuatu’ atau adanya ‘tujuan tertentu’ itulah yang melahirkan motivasi (dorongan), inilah yang dinamakan tujuan/cita-cita/mimpi/visi.

Apakah mungkin seseorang yang tidak punya tujuan atau tidak mengingingkan sesuatu namun ia melakukannya? Atau melakukan sesuatu yang bukan merupakan tujuannya. Misalnya, dia tidak ingin menjadi dokter tapi malah kuliah di kedokteran. Dia ingin jadi artis, tapi malah kuliah di Statistika. Dia tidak ingin berbelanja, tapi pergi ke pasar. Semua ini sangatlah mungkin dan sangat banyak terjadi dalam kehidupan di sekitar kita. 

Mari kita berfikir, bahwa, mungkinkah hal-hal tersebut dilakukan seseorang tanpa ada alasan yang mendasarinya? Ya, rasanya tidak mungkin. Pasti ada hal yang mendasarinya. Bisa saja seseorang yang inginnya jadi polisi, justru kuliah di kedokteran karena disuruh orang tuanya. Atau barangkali dia tidak lulus tes polisi, lalu lulus tes di kedokteran, atau berbagai macam alasan yang lainnya. Begitu juga untuk contoh-contoh lain yang saya sebutkan di atas. Akan banyak kemungkinan alasan yang mendasari tindakan seseorang.

Nah, sekarang begini, orang yang memiliki cita-cita yang kuat atau tujuan yang jelas, dengan orang yang cita-citanya tidak lahir dari dalam sendiri atau tujuannya kurang jelas, apakah dapat melahirkan motivasi yang sama kuatnya dan tindakan yang sama kualitasnya? Hemm... saya pikir tidak akan sama. Yang tujuannya jelas dan tumbuh dari dalam diri sendiri akan memiliki motivasi yang lebih kuat daripada yang tujuannya kurang jelas. 

Jadi, agar kita menjalankan sesuatu dengan senang hati atau gemar melakukan sesuatu, semuanya tergantung dari tujuan yang ingin dicapainya. Tujuan akan melahirkan motivasi, motivasi akan mendorong tindakan. Dan jangan lupa, semuanya mesti dibungkus dengan niat yang lurus. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW, “Innamal a’malu bin niyyat :  semua amal tergantung pada niatnya”.

Begitupun dengan persoalan belajar. Kita akan tergerak untuk belajar karena kita ingin mengetahui sesuatu, ingin bisa sesuatu, ingin meningkatkan pemahaman, ingin pintar, ingin menambah wawasan, ingin memiliki ilmu, ingin berhasil dalam ujian, dan berbagai macam alasan yang lain.

Apapun alasannya, yang jelas, mari kita jadikan itu sebagai tujuan (cita-cita) yang jelas, yang terpatri kokoh di dalam hati sanubari kita. Dengan adanya tujuan/cita-cita yang jelas ini insyaallah motivasi kita dalam belajar akan tertanam kuat dalam diri, sehingga belajar menjadi suatu kebutuhan dan merupakan aktivitas yang menyenangkan. Terlebih lagi jika semuanya ini di awali dengan niat yang lurus disertai dengan doa yang konsisten. 

Nah, jika belajar sudah terasa menyenangkan, maka kita pun akan senang mengulanginya dan disiplin melakukannya. Sehingga, dengan sendirinya kita akan terbentuk menjadi pribadi yang gemar belajar. Pribadi yang senantiasa gemar belajar, memaknai proses belajar, dan mengamalkan apa yang dipelajari , itulah sang pembelajar sejati. Tentunya, belajar di sini belajar dalam arti luas, bukan hanya belajar mata pelajaran di sekolah/kampus saja. 

Sebagai motivasi untuk kita semuanya, mari ingat kembali dalil-dalil dalam kitab suci mengenai keutamaan orang yang berilmu. “...Allah mengangkat orang-orang yang beriman dan memiliki ilmu diantara kalian beberapa derajat dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan” (QS. Mujadilah : 11). Mari kita tingkatkan keilmuan kita agar Allah berkenan meningkatkan derajat kita dimata-Nya. 

Kemudian, dalam surat Fathir : 19 – 21 disebutkan “dan tidaklah sama orang yang buta dengan orang yang melihat. dan tidak pula sama gelap gulita dan cahaya. dan tidak pula sama yang teduh dan yang panas.” Penjelasan makna dari ayat-ayat ini diantaranya adalah tidaklah sama orang-orang yang mendapatkan petunjuk dan yang tersesat, tidaklah sama orang yang berilmu dengan yang tidak berilmu, tidaklah sama orang yang hatinya hidup dengan orang yang hatinya mati (www.tafsir.web.id).

Teman, mari kita hidupkan hati kita, mari kita luruskan niat kita, mari kita fokuskan tujuan kita, mari kita konsistenkan doa kita, dan mari kita maksimalkan ikhtiar kita dalam belajar. Semoga kita dapat menjadi pribadi pembelajar sejati, dan diberi kepantasan oleh Allah untuk ditingkatkan derajatnya. Dan akhirnya, semoga hidup kita bermanfaat untuk orang-orang disekeliling kita. Aamiin.

Saturday, April 4, 2015

Pelatihan Reportase FLP Bogor

Pada hari libur nasional Jum'at, 3 April 2015 lalu, Forum Lingkar Pena (FLP) Bogor menggelar pelatihan reportase untuk para anggota. Pelatihan diadakan di pelataran GWW Kampus IPB Dramaga Bogor dari pukul 9.00 sampai 11.30.

Pelatihan ini diikuti oleh 13 orang dengan narasumber dari FLP Wilayah Jakarta Raya, Reno. Pelatihan tersebut dilakukan secara santai. Peserta begitu antusias mengikutinya. Reno menjelaskan bahwa reportase adalah sesuatu yang diperoleh dari tempat lain, kemudian dibawa pulang dan di publikasikan. "Apapun itu, yang di bawa pulang dari tempat lain lalu dipublikasikan namanya reportase." Kata Reno. 

Mendengar penjelasan seperti ini banyak peserta yang kemudian berkelakar. "Makanan bisa menjadi reportase juga, berarti ya?" kata Abe, salah satu peserta.

"Ya, asal dipublikasikan" jawab Reno sambil tertawa.

Kemudian, dengan serius Reno menambahkan bahwa yang dimaksud reportase itu adalah meliputi kegiatan pengumpulan data hingga tulisan yang ingin dipublikasikan telah selesai. 

"Secara umum ada dua tahapan dalam reportase, yaitu pertama, menentukan tema; kedua, proses reportase itu sendiri. Proses reportase sendiri dimulai dari pengumpulan data hingga tulisan siap dipublikasikan" terang Reno.

Jenis-jenis berita juga menjadi pembahasan yang menarik pada kegiatan tersebut. Reno menjelaskan bahwa, berita secara umum terbagi menjadi dua, yaitu hard news dan soft news. Hardnews bersifat cepat, singkat, dan mudah basi. Biasanya ini dimuat di media-media online. Sedangkan softnews tidak gampang basi, bisa disajikan kapanpun yang waktunya lebih bebas, bentuknya dapat berupa features atau laporan perjalanan.

Menjawab keingintahuan peserta mengenai cara membuat berita, Reno selanjutnya menjelaskan unsur-unsur berita, yaitu 5W+1H (What, When, Where, Who, Why, dan How). 

Lebih menarik lagi, Reno menekankan pentingnya narasumber dalam sebuah berita. Narasumber ini diperlukan untuk menjadi referensi sehingga berita yang disajikan dapat dipercaya. Terlebih lagi untuk softnews, Reno menyampaikan bahwa Narasumber haruslah orang yang berkompeten dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan terkait dengan tema berita, misalnya para pakar atau tenaga ahli. Narasumber ini tidaklah cukup hanya satu, terlebih jika berita yang ingin disajikan merupakan permasalahan yang kompleks. 

Reno memberikan contoh seperti ini, "Misalnya berita tentang batu akik. Kita memerlukan narasumber dari orang yg ahli tentang perbatuan; pakar ekonomi, untuk menggali aspek ekonomi dari batu akik ini; dan para penggila batu akik, untuk mendapatkan tanggapannya terhadap batu akik tersebut. Atau mungkin saja kita menambahkan narasumber yang lainnya, asalkan masih terkait dengan batu akik"

Lebih lanjut Reno menyampaikan bahwa, dalam rangka memperoleh informasi dari para narasumber, tak jarang para wartawan mendapatkan tantangan yang beragam. Oleh karena itu, diperlukan beberapa strategi sebagai berikut :

Pertama, persiapan yang matang sebelum melakukan wawancara.

"Harus punya bekal apa-apa yang akan ditanyakan saat wawancara, dan jangan menanyakan sesuatu yang bersifat umum, yang sebenarnya kita sendiri telah tahu jawabannya" begitu kata Reno.

Selanjutnya, dia menekankan pentingnya membuat TOR yang matang dan spesifik, serta pentingnya menguasai data awal.

Kedua, menaati aturan narasumber. 

"Narasumber bagi seorang jurnalis adalah aset, jadi harus bisa menempatkan diri, mengikuti jadwal yang diberikan untuk dapat bertemu" jelas Reno.

Ketiga, mengetahui karakter narasumber.

Reno menjelaskan begini, "seorang jurnalis hendaknya mengetahui sifat dasar dari narasumber. Informasi ini dapat diperoleh dari orang terdekatnya atau dari berita-berita yang sering muncul terkait dengan dirinya, apabila sang narasumber adalah seorang tokoh atau public figur." 

Kemudian dia menambahkan, "agar memudahkan memahami karakter narasumber, hendaknya seorang jurnalis memahami ilmu psikologi."

Keempat, hindari perdebatan dengan narasumber.

"Saat melakukan wawancara dengan narasumber, mungkin saja kita terjebak dalam suasana mendebat narasumber. Nah, bila hal ini terjadi, seorang jurnalis harus pandai menyampaikan kata-kata yang halus dan diplomatis, misalnya dengan membenturkan pendapat narasumber dengan berbagai teori yang ada atau para ahli yang lain. Seperti, 'Bukankah itu akan berdampak seperti ini..bla..bla..bla..dst' atau 'tapi menurut pakar ini...bla..bla..bla.. dst'" begitu penjelasan Reno.

Setelah selesai sesi penyampaian materi, dilanjutkan dengan tanya jawab. Banyak peserta yang bertanya dan diskusi berlangsung seru.

Di akhir sesi, Reno menambahkan tentang teknik-teknik menyiasati berita apabila data yang diperoleh tidak cukup sedangkan space untuk menampilkan berita masih tersedia. Salah satunya adalah dengan menambahkan data-data yang bersifat umum. 

 Reno memberi contoh, "Misalnya, undang-undang yang terkait dengan kasus yang diberitakan."  

Peserta merasakan puas atas kegiatan ini. Mayoritas dari mereka menyampaikan bahwa kegiatan ini sangat membuka wawasannya tentang reportase.

"Ini sangat bermanfaat buat saya, baru kali ini saya mengetahui cara membuat berita." kata salah satu peserta, Novita.
(Tuanputrie).