Saturday, December 28, 2019

Saat Anak tiba-tiba Ngambek

Sebuah catatan seorang ibu, 27 Desember 2019.

Hari ini saya mendapatkan laporan dari Bu Guru mengenai perilaku Hafizh di sekolah. Seperti biasa, saat menjemput Hafizh di sekolah, saya biasakan untuk bertanya, "Bagaimana hafizh hari ini? ada sesuatu ataukah aman-aman saja?" hehe.. Sebagai ibu yang sehari-harinya berkutat di dunia Statistika, tentu saja saya membutuhkan data yang akurat mengenai anak saya. Bu Guru menyampaikan bahwa hari ini Hafizh ngambek. Gara-garanya, dia tidak mau berdoa ketika mau makan. Singkat cerita, sudah dibujuk-bujuk dia tetap tidak mau, malah ngambek. Lalu Bu Guru memberikan waktu buat Hafizh menenangkan diri, dan setelah selesai, Bu Guru menghampiri Hafizh kembali. Hafizh pun bertanya, "Bu Guru marah ya?" Lalu Bu Guru menjawab, "Iya, Bu Guru marah karena Hafizh tidak mau membaca doa ketika mau makan..."  Bu Guru mengiyakan sambil tersenyum. Lalu Hafizh pun berinisiatif meminta maaf "Hafizh minta maaf". Bu Guru bilang, akhirnya Hafizh mau diajak berdoa, namun dia tidak mau bersuara, hanya mengangkat tangannya saja. Bu Guru sangat sabar menghadapi Hafizh.

Begitulah Hafizh. Dia sering merasa dimarah oleh orang lain, terutama sama Umminya. Dan jika dia sudah menyadari bahwa oranglain marah padanya, dia tak sungkan-sungkan minta maaf. Bagi saya, seorang ibu yang sangat menyayanginya, merasa terharu saat dia bener-bener bisa menyadari kesalahannya dan berani meminta maaf. Hal ini lumayan sering terjadi di rumah dengan Umminya. Mungkin karena Umminya sering capek karena pekerjaan dan lain-lain, sehingga kurang sabar dalam menghadapinya, mungkin menegur dengan cara yang mengejutkan atau kurang halus, sehingga drama pun terjadi. Dan bagaimanapun kisahnya, yang pasti, SAYA lah yang salah. 

Namun, ada juga kalanya, terkadang saat ngambek Hafizh tetap menganggap bahwa orang lain yang bersalah. Dalam hal ini dia merasa jadi korban. Nah, jika seperti ini anggapannya, maka dia dibujuk-bujuk dengan lembut pun tidak mudah luluh. Dan setelah saya amati, dia memang butuh waktu untuk menyelesaikan ngambeknya. Seperti yang dilakukan Bu Guru tadi. Daripada dibujuk-bujuk dan diperhatikan, mendingan beri dia waktu untuk menenangkan diri dan melampiaskan emosinya. Lalu tinggalkan.

Hal ini pun terjadi malam ini. Saat mau tidur, awalnya Hafizh enggan membaca doa mau tidur. Tidak taulah kenapa, mungkin dia sudah ngantuk. Yah, namanya anak-anak masih batita (belum tiga tahun umurnya), masih suka labil mood nya. Orang tua pun masih banyak yang begitu. hehe. Saya teringat kisah di sekolah tadi. Nah, berdasarkan pengalaman saya menangani Hafizh kalo saya sedang dalam kondisi emosi dan pikiran yang jernih, hehe, saya sentuh dia, saya ajak dia memandang saya, lalu saya katakan dengan lembut dan penuh cinta, "Hafizh sayang, lihat umi sini.." Saya balikkan kepalanya sampai benar-benar dia menghadap saya dan matanya memandang saya. Lalu dengan super duper lembut dan tersenyum saya bilang begini, "Hafizh anak ummi yang sholeh?" Aku sambil menatap matanya, tersenyum lebar, dan mengangguk. Anggukkan saya ini seperti gaya gravitasi yang menarik pikiran Hafizh agar memberi respon sesuai dengan kehendak saya. Saat dia masih diam, saya terus menarik pikirannya dengan berkata, "Iya kan..Mas Hafizh anak sholeh?" Aku pelankan dan mantabkan anggukanku". Lalu, spontan, berhasil....!! Dia ikut mengangguk dan tersenyum lucu dan manja seperti bayi. Ya, dia memang sering akting menjadi bayi. Hehe. Lalu kulanjutkan misiku, "Kalau begitu, ayo kita berdoa dulu sebelum tidur ya anak sholeh ummi....?" Dia pun menjawab "Yuuk.." Alhamdulillah..berhasil. Diapun membaca "Bismika Allahuma Ahya wa Amuut", lengkap dengan artinya. 

Saat mau tidur saya membiasakan Hafizh untuk membaca doa sebelum tidur, doa untuk orang tua, dan sahadat. Setelah itu, saya membaca surat alfatihah, al ikhlas, al falaq, an nas, dan ayat kursi. Dia mendengarkan. Nah, karena sudah terbiasa begitu, setelah membaca doa mau tidur dia langsung berkata, "Trus apa lagi..?" Maksud dia adalah membaca doa apalagi. Sayapun memberitahunya dengan semangat, "Doa untuk orang tua..". Aku memulai membacanya, dan selanjutnya dia minta membaca sendiri "Hafizh ah-a, Hafizh ah-a" , maksudnya, Hafizh aja..Hafizh aja... hehe dia belum bisa menyebut huruf 'j'. Diapun bisa membacanya, dengan agak tersendat ditengah, namun bisa menyelesaikan sampai akhir lengkap dengan artinya. Kalau di rumah, dia sudah hapal ngelotok arti doa untuk orang tua ini. Hehe.. gitu gitu ya nak... 

Nah, akhirnya, drama pun terjadi saat sedang membaca sahadat. Sejak menjelang tidur tadi, pas ganti baju dia menemukan koin, uang receh, di kasurnya. Dia sangat senang memainkan koin itu, dan dipegangnya terus sampai akan tidur. Nah, saat membaca sahadat, dia sambil memainkan koin dan menggigit-gigit koin tersebut. Begitu mengetahui hal ini, saya pun spontan menegurnya, "Sayang..eit..itu koinnya no digigit-gigit sayang..itu bahaya...nanti bisa tertelan.." Saya menegur dengan cara yang mengejutkan. Sepontan saja saya mencoba mengambil alih koin itu. ASTAGA, SAYA SALAH CARA. DIA NGAMBEK. Saking khawatirnya, saya berbicara dengan cara yang membuatnya merasa dimarah. Padahal, volume suara saya biasa saja, hanya intonasinya yang membuat dia terkejut dan merasa dimarahi. 
Dia lalu menarik diri, menjauh dari saya, dan berkata, "Aku ngga mau sama Bu Guru ah..". Oh iya, saat ganti baju menjelang tidur tadi, dia pura-pura sedang di sekolah, sehingga menganggap saya sebagai Bu Guru. Dia memang sering bermain peran seperti di sekolah, kamar nya dianggap sebagai sekolahnya. Dia memanggil saya Bu Guru. Saya terus memposisikan diri sebagai Umminya. Saya pun merasa bersalah. "Yah..sayang..ummi minta maaf. Karena koin ini bahaya kalau Hafizh gigit-gigit. Makanya, ummi nggak ngizinin Hafizh menggigit koin .. Maafin ummi donk sayang..." Dia tetap ga peduli. "Ah Bu Guru ngga baik, aku ngga mau sama Bu Guru". Dia masih memanggil saya sebagai Bu Guru. Saya terus mendekatinya, dan mencoba memeluknya, dia tidak mau. Saya sudah katakan kalo ini Ummi, Ummi yang bersalah. Namun, dia tetap tidak mau.

Abinya pun datang. Dan saya pura-pura bercerita kepada abi. "Abi, Hafizh sedang marah sama Ummi. Tadi kan Hafizh gigit-gigit koin, padahal itu kan bahaya ya Abi. Ummi tadi melarang Hafizh menggigit koin, tapi Hafizh malahan marah sama ummi?" 
Abipun pura-pura mendukung saya, "Oh iya.. itu sangat bahaya sayang. Kita nggak boleh menggigit koin..nanti bisa masuk mulut dan tertelan. Sini peluk abi..." Ternyata usaha ini tidak mempan juga. Saya mengambil tindakan ini hanya ingin menunjukkan bahwa pendapat saya ini memang benar, sehingga dia mestinya tidak memusuhi saya. Terima bahwa nasehat ini buat kebaikannya. Namun, dia tidak bisa menerima penjelasan dan penegasan apapun, termasuk dengan cara seperti ini.

Lalu dia mencoba bangun dan menuju ke dekat pintu, terduduk sedih. Saya sangat terharu. Ya ampun anak saya...betapa lembut hatinya ini. 

Saya lalu terinspirasi untuk mengeluarkan jurus ampuh, BERI DIA WAKTU. Saya mendekatinya dan berkata dengan lembut. "Jadi Hafizh marah sama Ummi?" Dia pun mengangguk. Seperti yang dilakukan Bu Guru di sekolah tadi siang, saya pun membiarkan dia menyelesaikan marahnya. "Ya sudah, kalau begitu, Hafizh selesaikan dulu ya marahnya. Ummi tunggu satu menit, kalau sudah selesai, Hafizh panggil ummi ya..." Anehnya, dia mengangguk. Ini berarti dalam keadaan dia ngambek begini, dia tetep bisa diajak berkomunikasi. Salut deh dengan sikapnya. Lalu, saya pun menjauh, dan mencoba berbaring, pura-pura hendak tidur. Belum juga setengah menit, dia sudah memanggil ummi. 

"Ummi.." panggilnya.
Hatiku girang bukan kepalang.
"Ya sayang. Hafizh sudah selesai marahnya sama Ummi?"
"Sudah.." katanya.

Kamipun berpelukan... dan dia mulai berbaring disampingku. Lalu, seperti biasa, saya mengajak Abi bercerita tentang masa ketika Hafizh masih dalam kandungan. Ini adalah cerita paling menarik bagi Hafizh. Dia senang ketika mendengarkan cerita tentang masa dia di dalam perut ummi dan saat dia masih bayi. Upaya ini sangat efektif untuk melupakan kesedihan dan kemarahannya. Diapun kembali ceria. Kemudian melanjutkan bacaan sahadatnya. 

Begitulah Hafizh. Hatinya sangat lembut. Dua hal yang saya pelajari dari dia, sebagai solusi yang selama ini paling efektif untuk menanganinya ketika ngambek atau tantrum, yaitu pertama, ajak dia berpandangan, lalu katakan dengan sangat lembut dan tersenyum, sehingga dia merasa aman dan nyaman dengan kita, bahwa dia adalah anak baik/sholeh/pintar/mandiri dll.. sesuai dengan case nya. Kedua, saat dia tidak bisa dibujuk, beri dia waktu untuk menuntaskan emosinya dan menenangkan diri. Dengan begini, dia akan merasa bahwa dia tidak perlu lama-lama emosi, karena nanti dia akan ditinggalkan oleh orang lain (dalam hal ini mungkin umminya, atau Bu Guru). Kemudian, dengan kita memberi kesempatan kepadanya untuk meredam emosi, saat kita sampaikan dengan cara yang lembut, dia akan merasa bahwa orang ini (umminya) sebenarnya baik padanya, jadi dia tidak boleh berlama-lama kehilangan orang ini.

Itulah kisah kasih saya dalam menghadapi Hafizh yang sedang dalam usia tantrum. Semoga bermanfaat buat yang membaca. Dan semoga, jika Hafizh membaca tulisan ini saat besar nanti, Hafizh mengerti bahwa Ummi love him very very much.... :)


@tuanputrie.cici , @pangeran.hafizh
-Bogor-