Friday, November 27, 2015

Terimakasih, Para Guruku

Sumber : kotabogor.co.id
Tanggal 25 November 2015, lapangan Sempur Bogor terlihat ramai dipenuhi oleh orang-orang berseragam. Saya melihat selintas mengikuti kecepatan angkot yang saya tumpangi melewati lapangan itu. Ternyata, dari dekat terlihat bahwa mereka adalah kumpulan murid dan guru. Mereka berbaris rapi dalam formasi upacara. Para murid menggunakan seragam batik masing-masing sekolah, sedangkan para guru menggunakan batik hitam putih bermotif bunga-bunga dan lingkaran bertuliskan P G R I. Ya, telah kita ketahui bahwa hari itu adalah peringatan Hari Guru Nasional sekaligus hari lahir PGRI, Persatuan Guru Republik Indonesia.

Betapa hebatnya para Guru di Indonesia ini, sampai-sampai ada hari khusus yang ditetapkan untuk memperingatinya. Bahkan, tak hanya di Indonesia. Hampir seluruh Negara di Dunia, memiliki Hari Guru. Tanggalnya berbeda-beda setiap Negara. Misalnya, Indonesia 25 November, Amerika Serikat Minggu pertama di bulan Mei, Filipina 5 Oktober, India 5 September (selengkapnya, boleh baca di Wikipedia). Perbedaan tanggal tersebut dilatarbelakangi oleh sejarah yang berbeda. Satu hal yang sama dari hal ini adalah bahwa, peringatan Hari Guru dimaksudkan untuk menunjukkan penghargaan terhadap guru atas jasa-jasa besarnya.

Maka dari itu, mendapati diri saya ini adalah mantan guru, saya merasa sangat bersyukur. Alhamdulillahirobbil ‘alaamiin. Segala puji bagi Allah SWT yang telah menakdirkan saya menjalani proses pembelajaran hidup melalui profesi guru, tepatnya di SMA Muhammadiyah 4 Bengkulu. Terimakasih, untuk guru-guru di sekolah ini yang telah menjadi sahabat sekaligus guru buat saya yang saat itu sedang belajar menjadi guru. Saya bersyukur karena baru tersadar bahwa dulu saya pernah menjalani profesi yang sangat mulia dan dihormati dunia, #semoga juga dihormati di alam akhirat. Aamiin.

Saya #agak merasa sedih, karena profesi saya sekarang tidak ada yang memperingatinya. Tapi biarlah, karena ini sebagian dari cita-cita yang pernah saya tuliskan. Masa’ saya harus menyesal gara-gara ini? Hehe.. Yang jelas, saya harus merasa lebih bersyukur dan otimis. Alasan isengnya adalah, karena seorang dosen kalau sudah mencapai gelar tertingginya, yaitu Profesor, maka akan kembali disebut “Guru”, bahkan ada embel-embel ”Besar” di belakangnya, yaitu “Guru Besar”.

Pertanyaannya, apakah dosen yang telah kembali bergelar guru (+Besar) ini juga punya hak dan kewajiban merayakan Hari Guru Nasional? Hemm..ini bukan hal penting untuk di bahas. Yang pasti, jelas ada perbedaan antara guru dan dosen, dimana ini semua tertuang dalam sebuah Undang-Undang yang disebut Undang-Undang Guru dan Dosen (UU No 14 Tahun 2005).

Perbedaan antara guru dan dosen menurut Undang-undang tersebut terletak pada tugasnya. Guru adalah seorang pendidik professional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah (Pasal 1 ayat 1). Sedangkan, Dosen adalah pendidik professional dan ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat (Pasal 1 ayat 2). Karena itulah dikenal istilah Tri Dharma Perguruan Tinggi, yaitu Pendidikan dan Pengajaran, Penelitian dan Pengembangan, dan Pengabdian kepada Masyarakat.

Dari definisi yang tertuang dalam Undang-Undang tersebut dapat disimpulkan bahwa, seorang guru lebih focus pada tugas mengajar dan mendidik sehingga selain peserta didik mendapatkan transformasi ilmu pengetahuan juga mendapatkan transformasi nilai-nilai dalam kehidupan. Sedangkan, dosen lebih focus pada tugas mentransfomasi dan mengembangkan ilmu pengetahuan kepada mahasiswa sehingga menghasilkan orang-orang yang professional di bidangnya.

Jadi, sebenarnya, kalau dianalisa lebih dalam, antara guru dan dosen memiliki tugas dan peran yang sama-sama mulia. Dan kemuliaan dari profesi ini sesungguhnya akan benar-benar didapatkan oleh para guru maupun dosen apabila tugas yang diembannya dijalankan dengan sepenuh hati dan kesungguhan. Karena jika tidak, kemuliaan dari sebuah profesi ini akan luntur oleh ketidakmampuan orang-orangnya dalam menjaga amanah yang diemban. Hal ini sebenarnya, tak hanya bagi para guru dan atau dosen. Apapun profesinya, kemuliaan akan diperoleh apabila tugas yang diemban dalam profesi tersebut dijalankan sepenuh hati.

Oleh karena itu, sebagai manusia yang banyak kekurangan di mana-mana sudah sepatutnya agar selalu memohon ampun dan bimbingan Tuhan, agar dibantu dan dijaga dalam mengemban tugas-tugas profesinya. Wujud nyata dari hal ini adalah selalu belajar berbenah diri. Mari menjadi guru pembelajar, sehingga dapat melahirkan insan pembelajar.

Terakhir, dalam momen peringatan Hari Guru Nasional, saya mengucapkan terimakasih tak terhingga, kepada guru-guruku : guru TK ku yang hanya seminggu (lupa namanya TK apa), guru SD ku (SD No 18 Sukamakmur, Putri Hijau, Bengkulu Utara) yang selama enam tahun membimbing dan menghargaiku sebagai seorang murid dan manusia, guru SMP ku (SLTPN 3 Putri Hijau, Bengkulu Utara) yang telah mengajariku ilmu yang lebih tinggi dan memberikan kesempatan bagiku untuk memacu prestasi, dan guru SMA ku (SMU N 1 Putri Hijau, Bengkulu Utara) yang telah memberikan kesempatan bagiku berkembang dan mendorongku menjadi maju. Kemudian, terimakasih kepada Dosenku di Universitas Bengkulu yang telah mengantarkanku pada cita-cita, dan terimakasih kepada Dosenku di Institut Pertanian Bogor yang telah membekaliku ilmu untuk mempertangungjawabkan dan mensyukuri cita-cita. Serta, terimakasih kepada Guru-guru Ngajiku, yang telah mengajariku membaca kitab suci tuntunan hidup dari Illahi, dan mengajariku agama sebagai pedoman dalam menunaikan tugas-tugas kemanusiaan. Semoga, jasa-jasa Anda semua dibalas oleh Allah SWT berupa tabungan amal untuk investasi di akhirat yang bunganya akan terus mengalir sepanjang masa. Selamat Hari Guru Nasional 2015.

----------------------------------------------------------------
Bogor, 27 November 2015
Tuanputrie
@Chi_Square05


Friday, November 20, 2015

Apa yang Kau Cari dalam Hidup Ini?

Sumber : dokumentasi pribadi
Ada seseorang yang tiba-tiba, tak ada angin tak ada hujan, bertanya padaku.
"Apa yang kamu cari dan ingin kamu raih dalam hidup ini?"

Wow.. pertanyaannya, berat!
Dalam hati saya membatin, "ngapaiiin...lah...nanya-nanya begitu..."
Saya sebenarnya malas menjawab. Ga penting! Apalagi, orang yang nanya bukan teman2 dekat atau guru/orang tua.
Hehe

Namun, saya merasa perlu menjawab juga. Sebagai bentuk respon saya saat ada yang mengajak diskusi. Maka, saya balas pesannya.

"Saya hidup ga nyari apa-apa. Ngga ada yg hilang kok, jadi ga perlu ada yg dicari" Hehe.
"Klo yang ingin saya raih dalam hidup ini, yaitu ridho dan keberkahan dari Allah"

Sent. Ceklist dua. Tanda pesan telah terkirim.

Lalu, ceklist dua nya berwarna biru. Tandanya pesan saya sudah dibaca. Lalu, tak lama kemudian, pesan masuk.

"Apakah kamu sudah merasa nyaman dengan apa yang sudah kamu raih."
"Apakah wujud rasa syukur pada Allah selama ini sudah benar menurutNya?"

Ini tambah aneh pertanyaannya. Tapi, aku tetap membalasnya.

"Nyaman itu relatif, tergantung dari sisi mana. Harus spesifik."
"Saya bersyukur, dg cara bekerja sebaik-baiknya dan hidup sebaik-baiknya. Apabila Allah memandang itu belum benar, makanya saya berdoa supaya diberi petunjuk apabila ada yang kurang tepat dari sikap/tindakan saya"

Dan seterusnya... masih ada pertanyaan lainnya. Namun, tak perlu saya ceritakan disini, karena tema yang ingin saya tulis cukup itu saja. Hehe.

Apa yang dicari dalam hidup?
Hemm.. benar, bahwa saya tidak mencari apa-apa dalam hidup ini, saya hanya menjalani sekenario indah yang telah Allah gariskan buat saya.
So, apa lagi yang ingin dicari?!

Ga ingin cari kebahagiaan? Kesuksesan? Kekayaan? Popularitas? Kemewahan? Gelar yang tinggi? Jabatan? Kehormatan? dll.

No! Itu semua tidak saya cari. Biarkan itu jadi hadiah dari Allah buat saya. Kalo namanya hadiah, berarti kita tinggal terima. Ga perlu dikejar-kejar. Tapi, namanya orang dapat hadiah, biasanya adalah orang yang pantas diberi hadiah. Misalnya, rengking 1 waktu SD, dikasih hadiah buku dan pensil. Ya, memang itu pantes diberikan karena dia berprestasi. Begitu juga dalam hidup. Fokusnya cukup pada ikhtiar2 memantaskan diri, biar Allah kasih hadiah yang sesuai. So,,, tak perlu kan, ada yang kita cari dalam hidup ini?
#emang apa yang hilang, kok dicari! Hehe

Tapiii... klo yang mau diraih, Pasti Ada! Karena,  antara "yang dicari" dan "ingin diraih" jelas beda!
Namanya hidup, klo ga ada yang ingin diraih, kurang seru!!! Masa hidup gitu2 aja...

Ingin lulus kuliah cepat.
Ingin jadi artis ternama.
Ingin bergelar doktor di usia muda.
Ingin mendapatkan pasangan hidup yang baik.
dll..
Itu contoh2 impian yang ingin diraih oleh banyak orang.

Nah, apapun itu bentuk mimpinya, pastikan bahwa yang ingin diraih adalah ridho dan keberkahan dari Allah.

Ngapain coba klo kita sukses, tapi ga berkah!
Kita berhasil jadi ini itu, namun ga berkah!

Mestinya, kita mendapatkan keberlimpahan kesejahteraan hidup, kesehatan, dan juga keberkahan. Biar komplit.

Begitulah yang jadi prinsipku. Apapun yang saya harus jalani, orientasinya semoga hanya untuk mendapat ridho dan keberkahan dari Allah. Ngeri juga euy, klo apa yang kita dapatkan itu tidak diridhoi dan diberkahi Allah.

Semoga kita termasuk orang2 yang mengerti apa yang akan kita raih dalam hidup ini.

Aamiin.

Wednesday, November 11, 2015

Pahlawan Kehidupan

Sumber : fajar.co.id
Kemarin, 10 November, adalah peringatan hari pahlawan. Sebuah peringatan untuk mengenang jasa para pahlawan yang telah gugur di medan perang. Suatu perjuangan yang sangat berharga nilainya demi mewujudkan cita-cita bangsa, yaitu merdeka dari kedzoliman penjajah.

Hari ini, sepatutnya kita semua sebagai warga negara Indonesia, hendaklah merenung dan menghayati akan makna perjuangan para pahlawan pendahulu kita. Apa sebenarnya tujuan yang ingin dicapai dari sebuah kemerdekaan itu? Jika kita buka lagi kitab Undang-Undang Dasar 1945, di bagian pembukaan disebutkan bahwa tujuan kemerdekaan bangsa Indonesia adalah untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Suatu cita-cita yang sangat besar dan mulia. Oleh karenanya, kita sebagai generasi yang hidup di zaman yang telah merdeka dari penjajahan bangsa lain, hendaknya bersyukur dengan cara terus berjuang melanjutkan perjuangan mereka mengisi kemerdekaan ini.

Berjuang mewujudkan cita-cita bangsa yang telah dirumuskan dalam UUD 45 afalah suatu kewajiban bagi kita semua. Karena faktanya, meskipun Indonesia sudah merdeka dari tangan penjajah, namun sejatinya kita belum sepenuhnya merdeka. Kita masih terjajah oleh kekerdilan pemikiran diri sendiri dan juga pola pikir masyarakat. Buktinya adalah masih maraknya kebodohan, kemiskinan, dan kemalasan yang ada di negeri ini. Pahlawan adalah orang yang rela mengorbankan jiwa raga dan harta benda untuk mencapai suatu cita-cita mulia.

Pahlawan adalah orang yang gigih berani melakukan perubahan dari kondisi yang buruk menjadi kondisi yang baik. Jadi, semua kita adalah pahlawan, dan bahkan, harus menjadi pahlawan.

Lalu, bagaimana caranya agar kita dapat menjalankan tugas sebagai pahlawan di zaman yang sudah modern itu?

1. Tanamkan dalam hati sanubari, sebuah tekad yang kuat, bahwa kita adalah pahlawan. Minimal untuk diri sendiri dan keluarga. Tugasnya adalah merubah pola pikir bahwa kita punya tanggungjawab untuk memperbaiki tatanan masyarakat menjadi lebih baik. Yaitu, memberantas kemiskinan dan kebodohan. Baik itu miskin secara ekonomi maupun miskin akhlak. Baik itu bodoh secara intelektual maupun secara mental. Kita bertanggungjawab memperbaiki semua itu.

2. Lalukan perubahan mulai dari diri sendiri. Rubah kebiasaan buruk dari hal yang sekecil-kecilnya menjadi hal yang baik. Perlahan-lahan namun kontinu. Kendalikan diri sebaik mungkin, agar dapat terwujud pribadi yang kokoh dan tangguh.

3. Lakukan kebaikan-kebaikan yang bermanfaat bagi orang lain. Baik untuk keluarga, teman, maupun masyarakat luas. Setiap hari harus memiliki kebaikan atau kemanfaatan untuk orang lain. Ketiga hal itu, lakukan secara berkesinambungan dan tingkaykan kualitasnya setiap hari. Jika semua orang melakukan hal demikian, pasti akan terbentuk tatanan masyarakat yang hebat. Jika smua orang menjadi pahlawan yang memberantas kemiskinan dan kebodohan, maka tak akan ada lagi orang miskin dan bodoh di dunia ini. Sehingga, masyarajat yang cerdas dan sejahtera yang hidup damai, tentram, dan makmur akan terwujud. Dengan demikian, akan tervapailah cita-cita bangsa Indonesia yang telah dirumuskan pahlawan pendahulu kita, sebagaimana tertuang dalam UUD 45 itu. []


______________________________________________________
Ini tulisan saya tahun 2013. Telah sy post di
http://www.kompasiana.com/cicisuhaeni/pahlawan-kehidupan_552a70eff17e61900ed623b0


Saturday, November 7, 2015

Ayoo Ikutan Workshop Big Data Analitics

Kabar gembira bagi Anda yang hobi ngotak-atik data dan punya keinginan untuk membangun bangsa. Departemen statistika IPB akan mengadakan Workshop Big Data Analitics pada 14 - 15 Desember 2015. Dengan menghadirkan instruktur seorang Senior Lecturer dari La Trobe University, Agus Salim, Ph.D, workshop ini mengambil studi kasus penerapan analisis Big Data pada bidang Modern Genetics.

Sebenarnya, Big Data ini dapat kita jumpai tidak hanya di Bidang Bioinformatics, namun juga di bidang ekonomi, bisnis, pendidikan, pertanian, kesehatan, dan lainnya. Bahkan, dalam aktivitas sehari-hari, sebenarnya kita sering bersentuhan dengan Big Data, yaitu melalui berbagai media sosial yang kita gunakan. 

Bagi yang belum familiar dengan Big Data, ada baiknya mengenal dulu apa itu Big Data. Menurut beberapa sumber, Big Data merupakan kumpulan data berukuran sangat besar yang kemudian akan dianalisa atau diolah lagi untuk keperluan tertentu seperti membuat keputusan (decision making), prediksi, dan lainnya. Seiring dengan kemajuan teknologi informasi, perkembangan Big Data ini semakin pesat.  

Karena itulah, agar kita tidak ketinggalan tren, mari kita belajar tentang cara menganalisis Big Data melalui Workshop ini. Terlebih lagi, buat Anda yang penasaran dengan Big Omics Data atau data-data genetika berskala besar, seperti gen, DNA, dan sejenisnya. 

Instruktur yang akan menjadi guru kita dalam workshop ini adalah orang yang sudah tidak diragukan lagi, beliau ahli di bidang Bioinformatics. Dan tentunya, dia jago komputer dan programming sebagai alat dasar dalam menganalisis Big Data. Kalau Anda tak kenal dengan Agus Salim, Ph.D ini, mungkin Anda mengenal Iwan Setiawan, penulis novel 9 Summer 10 Autumn. Nah, beliau adalah sahabatnya Iwan Setiawan, teman sekelas di Statistika IPB angkatan 30. So, tak ada salahnya jika kita belajar dengan Beliau, sekaligus belajar tentang proses menuju kesuksesan beliau hingga menjadi senior lecturer di Australia.

Bagaimana teman, ayo buruan daftar. Workshop ini ekslusive dan intensive untuk kelas kecil, hanya 20 -30 orang. Mudah-mudahan ilmu yang kita peroleh melalui workshop ini bermanfaat untuk kemajuan bangsa melalui peran-peran kecil kita di tengah-tengah masyarakat, apapun peran itu. Wallauhu'alam.


Tuanputrie
Bogor, 7 November 2015






Saat Merasa Gagal dalam Ujian


Minggu-minggu ini, akhir Oktober sampai awal Nopember 2015, adalah masa Ujian Tengah Semester (UTS), baik untuk mahasiswa S1 maupun S2. Bagi mahasiswa, masa-masa tersebut adalah masa yang sangat penting dalam proses perkuliahan mereka. Sebab, tanpa ikut ujian, nasib akhir keberhasilan kuliah di semester ini akan disangsikan. 

Makanya, di masa UTS ini hampir 100% mahasiswa terlihat serius, bersikap baik, sungguh-sungguh, fokus, dan biasanya lebih terlihat religius. Mereka bertobat sejenak dari : kemalasan, bersantai-santai, sibuk dengan dunia lain, dan hal-hal yang dapat mengalihkan perhatiannya dari pelajaran. Waktunya digunakan secara efektif untuk belajar, dan bagi sebagian mahasiswa, ditambah dengan berdoa.  


Nah, terkait dengan topik seputar “Ujian” di kampus, ada sebuah cerita sederhana yang ingin saya bagikan di sini.
***
Suatu hari, seorang dosen asisten bertugas mengawas UTS matakuliah Analisis Statistika. Soal yang diujikan ada 5 buah soal essay. Dikerjakan dalam waktu maksimum 2 jam. Ujian berjalan dengan lancar, suasana kelas tenang, mahasiswa mengerjakan dengan khusyuk. Namun, saat 30 menit terakhir menjelang waktu berakhir, mahasiswa terlihat tegang. “Ya ampun, 30 menit lagi?!…” gumam beberapa mahasiswa, yang sedang merasakan otak dan tangannya tegang. Sang Dosen tersenyum, melihat mahasiswa mulai gusar. 

Sepuluh menit terakhir, sudah ada yang mengumpulkan lembar jawaban. Dan, selang beberapa waktu berikutnya, yang lain mulai menyusul. Namun, saat waktu sudah habis, bahkan telah lewat sepuluh menit, masih ada hampir 40% mahasiswa yang belum selesai. Dengan rendah hati dan santun, dosen tersebut memohon agar segera menghentikan pekerjaannya. Akhirnya, semua pun mengumpulkan lembar jawaban. 

Saat Dosen tersebut sedang merapikan lembar jawaban ujian, menghitung jumlahnya, dan memasukkan ke dalam amplop soal, ada seorang mahasiswa yang menghampiri dan bertanya, “Bu, nanti bakal ada remedial tidak, ya?”

Sang Dosen tertawa, dalam hati dia berkata “Baru selesai ujian kok udah nanya remedial, seneng banget dikasih ujian nih mahasiswa.” Hehe. Namun, tetap saja dia tak sampai hati berkata begitu. Dengan senyum dia bertanya kembali, 

“Memangnya kenapa, Mbak kok nanyain remedial?”
“Tadi kayaknya banyak yang salah, Bu. “ Kata mahasiswa tersebut memelas.
“Belum apa-apa udah ga pede nih, mahasiswa. Hehe.” Sang Dosen hanya berani membatin. Kasian juga dia melihat wajah mahasiswa tersebut seperti sangat berharap.
“Hemm.., sepertinya tidak ada ujian remedial, ya.” Sang Dosen menjawab sambil beranjak keluar ruangan. Mahasiswa tersebut mengikuti di sampingnya. 
“Yah..Bu, gimana dong, tadi saya salah semua sepertinya, Bu..” Mahasiswa tersebut terlihat kecewa.

“Hehehe…ga papa, namanya orang belajar, memang perlu mengalami ‘salah’ dulu. Kalo udah ngalamin salah, semoga kedepannya jadi bener. But, Positive Thinking aja, manatau jawaban yang dirasa salah tadi itu, justru bener semua. Okey?” Sang Dosen menjawab sambil menatap wajah mahasiswanya, lalu berlalu dengan tersenyum.  

***
Cerita semacam itu, tak hanya sekali dua kali dijumpai oleh dosen tersebut. Dan, bukan hanya satu atau dua orang mahasiswa yang menanyakan ujian perbaikan (remedial) sesaat setelah mengumpulkan lembar jawaban. Ini sungguh mengherankan. Baru saja selesai mengerjakan soal, sudah bertanya akan adanya ujian remedial. Begitu senangnya mereka menjalani ujian. Dan juga, dosen tidak ingin memberikan tugas, terkadang mahasiswa malah meminta diberi tugas. Betapa pula senangnya mereka diberi tugas oleh dosen. :)


Menyikapi hal tersebut, ada beberapa pandangan yang dapat saya berikan sebagai komentar. Semoga ini bermanfaat. 


Pertama,

Ketika mahasiswa berharap ada ujian lagi (remedial), ini akan membuat kedua belah pihak, yaitu dosen dan mahasiswa, justru menjadi lebih “repot”!. Hehe. Mahasiswa repot harus mempelajari materi itu lagi, padahal seharusnya waktu dan tenaganya bisa digunakan untuk mempelajari hal yang lain, atau bahkan seharusnya bisa bersantai-santai ria. Kemudian, dosen juga akan repot menyiapkan soal ujian dan mengoreksi jawaban mahasiswa, padahal seharusnya waktu yang ada bisa digunakan untuk mengerjakan tugas yang lain. Sebagai pengampu matakuliah, tentu dosen berharap tidak ada remidial.


Karena itulah, coba fikirkan dengan jernih. Mending mana, Anda repot mengerjakan hal-hal lain yang dapat meningkatkan kapasitas diri Anda atau sibuk dengan satu hal yang itu-itu saja? #Tapi sy tau kok, klo Anda merasa sudah berhasil saat ujian, pasti tidak akan meminta remedial.. hehe, iya kan? Mana ada mahasiswa yg mau belajar itu2 terus klo emang udah bisa.. :D


Kedua,

Menanyakan remedial setelah melaksanakan ujian, merupakan bentuk sikap tidak percaya diri. Ketidakpercayaan diri ini akibat dari fikiran negatif yang ada di kepalanya. Kok bisa? Mari kita analisa.


Misalkan, Anda merasa gagal atau kurang puas dalam mengerjakan soal ujian yang baru saja Anda jalani. Apakah ini sudah jaminan bahwa nilai Anda jelek untuk matakuliah tersebut? Terlebih jika ini baru UTS.


Jelas belum tentu! Lah, kalau UTSnya jelek tapi tugas-tugasnya bagus, kemudian UAS juga bagus, mana mungkin hasil akhirnya sama jeleknya dengan nilai UTS? Ingat, komponen penilaian bukan hanya dari satu aspek saja. Jadi, jangan langsung gusar ketika merasa hasil UTSnya belum memuaskan. Kalau Anda langsung gusar, itu tanda Anda tidak percaya diri. Ya, siapa tau jawaban yang Anda rasa salah, justru benar. 


Tapi, saya juga ngerti, bahwa perasaan tak dapat dibohongi. Benarkah? Hehe. Dan, saya juga ngerti bahwa sebagian dari Anda merasa hancur hatinya saat merasa gagal ketika ujian. #pernah ngalamin.  Lalu, apa solusinya?


Menurut hemat saya, sebaiknya santai saja, bersikaplah tenang dan elegan. Kalaupun Anda merasa sedih dan galau karena tak mampu menjawab soal ujian, tidak  perlu minta reremedial. Mending minta dibimbing dengan baik dalam matakuliah tersebut agar lebih mudah menguasai materinya. Hehe. Kemudian, biarkan saja Dosennya yg memutuskan, kira2 perlu diadakan remedial atau tidak. Jika sekiranya, dosen memandang bahwa remedial itu diperlukan, tentu dosem akan memberikan remedial. So, berdoalah supaya dosennya memutuskan sesuatu yang memguntungkan Anda dan teman2 Anda semua. :D

Begitu juga dalam hidup ini, bukan? Kita tentu tak pernah meminta untuk diberi ujian tertentu. Bahkan kita selalu berdoa agar jangan diberi ujian diluar kesanggupan kita.  Sebagai contoh, misal kita diuji oleh Allah dengan menderita penyakit yang parah. Setelah sembuh, apakah kita minta lagi diberi ujian sakit? Justru kita berdoa supaya jangan diberi sakit lagi kan? Mayoritas kita tidak ingin diberi ujian dengan tema yang sama. Nah, jika ternyata kita masih diberi ujian dg tema yang sama oleh Allah, itu karena kita dipandang masih belum lulus. Sehingga, perlu di uji dg topik atau pokok bahasan yang sama. Seorang teman saya yang kedalaman ilmu agamanya cukup baik, memberi contoh kepada saya. Misalnya, seseorang yang punya masalah dalam hal kedisiplinan, Allah akan beri ujian berupa situasi yng menghadapkan orang tersebut untuk tidak disiplin. Ujian ini akan diberikan terus sampai orang tersebut lulus atau mampu menaklukkan masalah kedisiplinannya itu. 


Begitu pula dengan ujian di kampus. Saat dosen memandang Anda belum bisa lulus matakuliah itu, tentu dosen atau pihak kampus memiliki kebijakan agar mahasiswa tersbut remidial tanpa Anda minta atau kuliah ulang di tahun berikutnya. :D. Maka dari itu, selagi dosen belum memutuskan untuk remidial atau tidak, diam saja dulu. Tenangkan hati dan pikiran. Cari dulu hiburan. Bamyak-banyak berdoa. Dan yang lebih penting lagi, kalau merasa UTS nya jelek, langsung giat belajar dan ubah cara belajar! Pastikan kemampuan Anda melejit setelah kegagalan Anda di UTS!


Kemudian, gunakan cara langit! Apa itu? Jangan berhenti mendoakan dosen tersebut agar setelah UTS lebih perhatian dengan para mahasiswa, mengajar lebih hebat, lebih lembut hatinya, tergugah hatinya untuk memberikan soal ujian yang masih dapat terjangkau oleh kemampuan Anda. Dan, doakan juga agar saat mengoreksi ujian, dapat bersikap adil dan tidak terlalu kaku dalam memberikan skor nilai. Hehe.  Itu doa untuk Si Dosen. Klo kenyataannya Dosen Anda sudah sangat baik, profesional, dan sudah sesuai dg harapan Anda semua, ya.. doakan agar dosennya semakin baik, sehat, dan hidupnya semakin berlimpah rejeki dan keberkahan. Hehe.


Tidak cukup mendoakan dosen saja tentunya, kan? Yang lebih penting, mendoakan diri sendiri. 
  • Berdoalah, agar ujian berikutnya lebih siap.
  • Berdoalah, agar setelah UTS diberi kemudahan memahami pelajaran.
  • Berdoalah, semoga diberi kesehatan fisik, mental, dan spiritual yang menunjang belajar.  
  • Berdoalah, agar Anda semakin hebat.
  • Berdoalah, agar apapun dan bagaimanapun dosen yang memberi kuliah, Anda tetap sukses! 
  • Berdoalah, agar sesulit apapun materi kuliahnya Anda mampu melahapnya.
Bukankah ilmu itu dari Allah? Dan bukankah kita-kita ini juga berasal dari Allah? Allah pasti tau persis tentang materi kuliah yang kita pelajari itu, dan Allah juga tau persis bagaimana kualitas diri kita. So, mari kita berikhtiar sambil berserah diri memohon pertolonganNya, agar proses belajar kita dimudahkan dan hasilnya berkah. Wallahu’alam.



Tuanputrie
Bogor, 7 November 2015