Friday, May 1, 2015

Elegan dalam Ujian

Selama menjadi pengajar, hal membosankan yang menarik bagi saya adalah mengawas ujian. Hmm.., membosankan tapi menarik, mungkinkah itu? Pekerjaan mengawas ujian mahasiswa sama saja dengan “menunggu”. Yaitu, menunggu mahasiswa selesai mengerjakan soal dan mengumpulkan lembar jawabannya. Bukankah mayoritas orang berpendapat bahwa pekerjaan yang paling membosankan adalah menunggu

Meskipun terlihat seperti membosankan, namun, sebenarnya ada sisi menarik yang saya rasakan. Dapat melihat mahasiswa bermuka kusut seperti berlipat-lipat, serius, mengernyitkan dahi, blingsatan, cemas, grogi, sibuk bolak-balik soal, garuk-garuk kepala, bengong, lirik-lirikan, mulutnya komat-kamit, kalkulatornya jatuh, dan sebagainya. Tidak ada yang tersenyum sedikitpun! Hehe, saya sering tertawa dalam hati saat menyaksikan ‘pemandangan indah’ ini. Ingatan saya kembali pada saat dulu saya dalam posisi ‘yang mengerjakan ujian’.

Dulu biasanya setelah ujian saya menuliskan pengalaman ujian saya di catatan harian. Saya tuliskan hal-hal yang saya rasakan dan yang terjadi dalam diri saya ketika ujian. Misalnya, saya tidak teliti membaca soal, saya ceroboh, saya terlalu lambat dalam berfikir dan mengerjakan, saya kurang fokus, dan lain sebagainya. Intinya, saya mencatat apa saja kesalahan atau kekurangan saya tersebut. Harapannya, pada ujian berikutnya kekurangan-kekurangan tersebut tidak terjadi lagi. Sehingga, saya bisa lebih siap dan lebih baik. 

Problematika ujian ini dapat pula dilihat melalui sudut pandang statistika. Dalam statistika, dikenal istilah galat atau error. Artinya, dalam suatu proses menuju terjadinya keberhasilan, selain kita harus berusaha ada juga faktor lain di luar usaha yang turut mempengaruhi namun tidak dapat kita kendalikan. Nah, faktor yang tidak/belum dapat kita kendalikan ini dinamakan galat/error.

Dalam ‘kasus’ ujian pun demikian. Ada hal-hal di luar usaha yang turut mempengaruhi keberhasilan ujian kita. Seringkali, kita sudah belajar dan persiapan ini itu, namun hasil ujiannya belum memuaskan. Usut punya usut, ternyata ketidakberhasilan kita itu disebabkan karena kita salah baca soal, kurang memahami maksud soal, kurang teliti, gerogi, terburu-buru, cemas, kepala pusing, dan lain sebagainya. Saat itu, hal-hal tersebut tidak/belum dapat kita kendalikan, bukan? Itulah yang termasuk galat, tepatnya galat dalam ujian. 

Adanya galat dalam ujian merupakan suatu fakta yang nyaris tak dapat dielakkan. Lalu, bagaimana solusinya agar ujian tetap bisa berhasil sesuai harapan? Kiatnya hanya satu yaitu aplikasikan prinsip : maksimalkan ikhtiar, minimumkan galat. Cara ini sesuai dengan prinsip Metode Kuadrat Terkecil (MKT) dalam pendugaan parameter di analisis regresi linier. (Yang belum belajar analisis regresi, ga pa pa..ga sedang diuji kok...! J).

Kiat tersebut sepertinya normatif, ya? Kongkritnya, salah satu bentuk upaya memaksimalkan ikhtiar dan meminimumkan galat adalah dengan menerapkan teknik ELEGAN DALAM UJIAN. Strateginya adalah sebagai berikut :

1. Kokohkan cara pandang (paradigma)

Cara pandang kita terhadap sesuatu sangat mempengaruhi tindakan kita. Bahkan, dapat membentuk karakter. Sebagaimana pendapat Stephen Covey dalam bukunya Seven Habits of Highly Effective People, yaitu “paradigma akan mempengaruhi tindakan seseorang, tindakan yang dilakukan berulang-ulang akan membentuk kebiasaan, dan kebiasaan akan membentuk karakter”. Nah, untuk dapat menjadi orang yang berkarakter “pemenang dalam ujian”, kita mesti menata paradigma kita terlebih dahulu.

Lantas, bagaimana cara pandang yang tepat terhadap ujian? Ya, pandanglah bahwa ujian ini adalah sesuatu yang biasa kita hadapi. Setiap orang bersekolah, tentu ada ujian untuk dapat naik kelas/level. Bahkan dalam kehidupan kita sehari-hari, ujian adalah hal normal yang bisa tiba-tiba datang menghampiri kita. Ujian merupakan proses yang pasti harus kita hadapi jika ingin mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Dalam Al-Qur’an disebutkan: “Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga padahal belum datang padamu (ujian) sebagaimana (dialami) orang-orang terdahulu sebelum kamu..” (QS. Al-Baqarah : 214). So, keep calm, tidak perlu terlalu cemas. Dengan menganggap bahwa ujian ini adalah hal biasa yang harus dihadapi bila kita akan melangkah ke derajat yang lebih tinggi, akan mensugesti diri kita untuk tetap tenang ketika menghadapi ujian, selama pelaksanaan ujian, dan nanti setelah selesai ujian.

2. Meminta kepantasan untuk berhasil

Ingat tadi bahwa galat itu adalah sesuatu yang tidak/belum dapat dikendalikan manusia. Kalau begitu, siapa yang mengendalikan? Sudah pasti yang mengendalikan adalah Dia yang Maha Kuasa atas segala sesuatu, Tuhan. Karena Tuhan adalah pengendali segala-galanya, tentu kita sebagai manusia yang kecil, rendah, lemah, bodoh, dan jauh dari sempurna, sudah seharusnya meminta kepadaNya, Sang Pemilik Semesta. So, berdoalah sungguh-sungguh! Minta kepadaNya agar dirimu diberi kepantasan olehNya untuk berhasil dalam ujian

Saya tekankan di sini bahwa kita mesti berdoa meminta “kepantasan” untuk berhasil. Agar menurut Allah, kita memang siap dan pantas berhasil. Daripada minta-minta berhasil, tapi sesungguhnya kita tidak pantas! Nanti, saat kita diberi keberhasilan malah jadi masalah jika kitanya tidak siap dan tidak pantas. 

3. Kuasai materi semaksimal mungkin

Di samping berdoa meminta kepantasan utuk berhasil dalam ujian, kita tentu saja juga harus mengimbanginya dengan berusaha. Semakin besar usaha kita, insya Allah semakin besar peluang kita meraih kepantasan untuk lulus ujian. Sebagaimana dipesankan Allah dalam Al-Qur’an: “Dan setiap orang memperoleh tingkatan sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan, dan agar Allah mencukupkan balasan perbuatan mereka, dan mereka tidak dirugikan.” (QS. Al-Ahqaf: 19). Nah, dalam konteks menghadapi ujian ini, tentu saja bentuk usaha yang kita lakukan adalah mempelajari materi yang akan diujikan dalam ujian. Bukan mengandalkan orang lain. Mengharap bantuan contekan dari teman, misalnya. 

Namanya juga kita yang ujian, so pasti kita yang harus belajar (masa kita yang ujian, bapak kita yang disuruh belajar?!) So, pelajarilah materi secara komprehensif. Kuasai dengan maksimal. Jangan setengah-setengah! Dalam hal ini, kita perlu mengetahui ruang lingkup materi yang telah dipelajari. Ibarat baca buku, kita mesti tahu daftar isinya. Masalah strategi belajar, silakan dicoba dengan cara masing-masing. Setiap orang punya gaya belajar sendiri. Maka, kenalilah gaya belajar Anda, lalu terapkan dengan berbagai penyesuaian. Kalau merasa diri tak dapat belajar sendirian, mungkin belajar kelompok lebih baik. Intinya, silakan dicoba sendiri mana yang lebih sesuai.

4. Hadir pada saat ujian.

Hehe... silakan tertawa, teman. Ini strategi cupu! Mana mungkin kita akan berhasil ujian, jika kita tidak hadir saat pelaksanaan ujian, walaupun strategi No 1 sampai No 3 sudah Anda jalankan semua dengan sempurna.

Nah, saat keempat strategi tersebut benar-benar kita jalankan, insya Allah, kita dapat menjalani ujian dengan elegan. Maksudnya elegan? Ya, kita bisa tenang, percaya diri, optimis, dan fokus. 

Indikator bahwa kita elegan dalam ujian diantaranya sebagai berikut :
Pertama 
Saat memasuki ruang ujian kita dapat melangkah dengan tenang dan yakin.



Kedua
Saat soal dibagikan hatinya tersenyum penuh rasa syukur. Mesti bersyukur donk diberi kemampuan untuk dapat hadir ujian dengan kondisi sehat dan siap.


Ketiga
Saat soal sudah boleh dikerjakan, kita mengerjakannya dengan khusyuk.


Keempat
Saat waktunya habis, kita sudah siap mengumpulkan lembar jawaban.

Kelima
Sedapat mungkin, kita telah selesai mengerjakan soal sepuluh menit sebelumnya, dan memeriksa kembali jawaban sebelum dikumpulkan.


Keenam
Saat keluar ruang ujian, hatinya penuh dengan tawakal. Tawakal adalah tingkatan tertinggi dalam keberserahan kita kepada Allah setelah berikhtiar. Sikap tawakal ini memang tak gampang menumbuhkannya. Perlu dilatih. Cara Allah memberikan media berlatih tawakal adalah dengan memberikan kita berbagai tantangan dan ujian. Siapapun kita, perlu melatih ketawakalan kita, agar hidup kita terasa lebih indah dan berkah. :)

Nah, kalau dikaitkan dengan statistika, orang yang paham statistika, mestinya lebih sadar akan perlunya sikap tawakal ini. Adanya konsep galat memberikan konsekuensi bahwa kita mesti meyakini adanya Tuhan yang turut berperan dalam setiap fase kehidupan dan ikhtiar-ikhtiar kita. Oleh karenanya prinsip yang mestinya kita tanamkan dalam benak yaitu ‘tugas kita adalah berikhtiar semaksimal mungkin, selepas itu, biarkan Tuhan yang mengaturnya’. Dalam konteks ini, kita telah melaksanakan ujian dengan penuh persiapan baik secara intelektual maupun mental, dan dilengkapi dengan doa. Tentu, masalah hasil ujian, tinggal menyerahkan  kepada yang Maha Mengatur Segalanya, kan?


Ketujuh
Saat hasil ujian keluar, hatinya penuh rasa syukur. Ya, hasilnya sudah memuaskan atau belum, perlu kita syukuri. Dengan rasa syukur ini, apapun hasilnya akan tetap berefek baik bagi kita dan lingkungan sekitar. Apabila kita berhasil, dengan rasa syukur ini kita dapat terhindar dari  kesombongan. Apabila belum berhasil, rasa syukur akan membuat hati lebih tenang dan bertenaga untuk meningkatkan ikhtiar yang lebih dahsyat. Hal ini sebagaimana pesan Allah dalam QS. Ibrahim : 7, “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya aku akan menambahkan (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azabku sangat pedih”.


Demikianlah beberapa untaian hasil pemikiran saya selama mengalami dan mengamati fenomena-fenomena yang terjadi seputar ujian, baik itu ujian akademis maupun ujian hidup.  Mengakhiri penyampaian saya ini, sebuah kesimpulan yang dapat saya sampaikan adalah jika keadaan mental kita sudah sedemikian rupa sebagaimana saya uraikan tersebut, insya Allah keberhasilan dalam ujian yang sesungguhnya dapat kita raih. Aamiin.