Friday, March 13, 2015

Bias Hati

Dalam statistika dikenal istilah bias, khususnya pada pendugaan parameter. Bias adalah selisih antara nilai harapan dari penduga dengan parameter yang diduga. Nilai harapan merupakan rata-rata penduga dari keseluruhan sampel yang mungkin diambil dari populasi. Penduga yang baik adalah penduga yang tidak bias, yaitu apabila nilai harapan sama dengan parameter yang diduga.

Nilai harapan dapat lebih besar dari parameter ataupun lebih kecil. Jika nilai harapan lebih besar dari parameter maka penduga tersebut disebut bias ke atas, sedangkan jika nilai harapan lebih kecil dari parameter yang diduga maka disebut bias ke bawah. 

Jika suatu penduga mengalami bias, maka sederhananya, dapat diatasi dengan cara melakukan koreksi, asalkan sumber biasnya dapat diketahui. Misalnya, ragam populasi diduga oleh ragam sampel. Anda ingat rumus ragam populasi dan ragam sampel? Kalau lupa, silakan buka buku Metode Statistika terlebih dahulu. Di sana akan Anda jumpai rumus ragam populasi itu pembaginya adalah N (ukuran populasi), sedangkan ragam sampel pembaginya adalah n-1, dimana n adalah ukuran sampel. Nah, kenapa harus di kurang 1 dalam rumus ragam sampel ini? Jawabannya adalah supaya tidak bias. Kalau rumus ragam sampel hanya di bagi dengan n saja, maka ragam sampel merupakan penduga yang bias bagi ragam populasi. Setelah dikurangi dengan 1, maka menjadi tidak bias. Inilah yang dinamakan koreksi dalam mengatasi bias.

Tak hanya dalam dunia statistika, konsep bias inipun ada dalam kehidupan manusia. Namanya BIAS HATI. Ya tentu, sebagaimana definisi bias dalam statistika, bias hati inipun terkait dengan harapan atau ekspektasi.  Apa maksudnya?

Karena bukan seorang malaikat, manusia tentu memiliki harapan terhadap sesuatu, bukan? Apalagi mahasiswa, harapannya begitu besar. Misalnya, pada suatu ujian, Anda berharap mendapat nilai 80. Nah, jika kenyataannya setelah hasil ujian dibagikan Anda mendapat nilai 90, tentu Anda akan girang bukan main. Ini namanya bias ke atas. Kenyataan lebih baik dari harapan. Namun, jika ternyata nilai ujian Anda adalah 50, kemungkinan besar Anda akan merasa sedih. Bahkan, bisa-bisa Anda berhenti makan atau ngomong selama seminggu. Anda kecewa namanya. Ini adalah bias ke bawah. Kenyataan lebih buruk dari harapan.

Contoh lain misalnya, anda memiliki janji dengan teman Anda untuk pergi ke suatu tempat. Jika pada waktunya, teman Anda membatalkan janji tanpa konfirmasi. Dia tidak datang, sementara Anda sudah datang ke tempat janjian. Bagaimana perasaan Anda? Kecewa pastinya, kan?! Dalam kondisi seperti ini namanya Anda sedang mengalami bias ke bawah.  

Kalau bias ke atas yang Anda alami, alias kenyataan lebih baik daripada harapan, ini sepertinya bukanlah suatu masalah bagi Anda. Justru ini bagaikan suatu hadiah atau rejeki nomplok. Sebagian besar dari kita akan merasa senang ketika mengalami hal seperti ini.

Benarkah seharusnya demikian? Eits, tunggu dulu.., belum tentu hal ini tidak menimbulkan masalah. Hati-hati, terkadang karena gembiranya orang menjadi lupa diri. Kalau tidak segera disadari ini dapat memicu munculnya kesombongan. 

Misalnya saja, saat akan ujian Anda tidak begitu  memiliki persiapan. Sehingga, dengan kesadaran akan kualitas kesiapan Anda, Anda hanya berharap mendapat nilai 60. Namun kenyataannya Anda mendapat nilai 85 misalnya. Jujur, Anda merasa senang, kan? Nah, saat merasa senang, hendaklah berhati-hati. Dapat saja Anda dipengaruhi oleh syetan agar perasaan senang Anda memicu Anda untuk berfikir, “Gua kagak belajar aja bisa dapet nilai 85 cuy..., ga kayak elu, belajar ampe teler juga nilainya segitu gitu doank”. Teman, ini sombong namanya! Hati-hati! Kondisi seperti ini kurang baik bagi Anda dan juga kawan-kawan Anda.

Demikianlah ilustrasi untuk bias hati yang pertama, yaitu bias ke atas.

Lantas, bagaimana jika Anda mengalami bias yang kedua yaitu bias ke bawah, alias KECEWA? Ini dapat menjadi masalah besar bagi Anda. Bahkan banyak orang yang jiwanya terganggu akibat kecewa yang sudah sangat mendalam. Jadi, apa solusinya?

Sebagaimana bias dalam pendugaan parameter yang dapat diatasi dengan cara koreksi, KECEWA dalam kehidupan juga dapat dilakukan dengan koreksi alias introspeksi diri. Cari tahu apa sumber kekecewaan itu. Apakah harapan yang terlalu besar sementara kondisi tak mendukung, atau hati Anda yang tidak siap dengan berbagai kondisi yang mungkin terjadi dalam hidup Anda? Anda mesti cerdas dalam menemukan faktor penyebab kecewa Anda.

Memang, kecewa muncul akibat tidak sesuainya kenyataan dengan harapan. Sementara, kenyataan adalah kondisi yang terjadinya bukan semata-mata dikendalikan oleh diri kita. Ada faktor eksternal yang bisa jadi justru dominan sebagai penentu terjadinya suatu kenyataan. 

Nah, karena itulah, apakah tepat jika Anda mencari sumber kekecewaan dari faktor eksternal? Akan lebih bijak jika kita introspeksi diri, kan? Menyiapkan diri sebaik mungkin agar apapapun kenyataan yang terjadi, kita siap menghadapinya. Silakan saja Anda memiliki harapan, karena setiap waktu adalah harapan. Dan, biarkan saja misalnya bias ke bawah itu harus terjadi pada diri Anda. Namun, Anda jangan sampai kalah dengan kondisi ini. 

Saat mengalami bias ke bawah (kecewa) segera sadari, bahwa ini adalah energi negatif. Segera koreksi! Segera ubah keadaan ini supaya tidak terjadi bias lagi!  Begitu pula jika Anda mengalami bias ke atas, segera sadari, jangan sampai memicu lahirnya kesombongan atau energi-energi negatif lainnya. 

Sebagaimana ragam sampel yang saat formulanya hanya dibagi n akan menjadi bias untuk menduga ragam populasi, segera setelah dikoreksi dengan 1, atau pembaginya menjadi n-1 maka menjadi tidak bias lagi. Begitupun dengan Anda semestinya. Segera lakukan sesuatu agar kondisi hati Anda tidak bias lagi terhadap kenyataan apapun yang terjadi dalam hidup Anda. 

Hidup ini tidaklah konstan dan tidak pasti. So, mungkin saja bias ke atas atau bias ke bawah itu akan terjadi dalam hidup Anda silih berganti. Oleh karenanya, mari kita memperkuat persiapan diri dalam menghadapinya. 

Mengenai harapan, akan lebih baik jika Anda memiliki harapan yang tidak terlalu besar terhadap manusia. Berharaplah hanya kepada Tuhan yang Maha segala-galanya. Insyallah tidak akan terjadi bias pada hati Anda. Sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Insyirah ayat 8 yang berbunyi “dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap” Mari kita serius melatih diri untuk dapat mengatasi BIAS HATI :)


Tuesday, March 10, 2015

Meme Bribda Dewi

Berkecimpung di dunia kampus, sehari-harinya berinteraksi dengan mahasiswa, banyak hal-hal konyol yang saya jumpai. Hal ini pun menggerakkan saya untuk ikut-ikutan membuat meme Bripda Dewi yang sangat heboh baru-baru ini.

Hehe..udah beberapa kali saya ikut menguji skripsi mahasiwa S1, entah itu jadi pembimbing ataupun penguji. Banyak hal lucu yang saya jumpai. Seringkali saat ditanya hal-hal dasar, mahasiswa justru tidak bisa menjawab. Padahal ini sangat penting sebagai bekal dasar seorang Sarjana di bidang ilmunya. Kecenderungannya, mahasiswa terlalu sibuk dengan teknis-teknis pengolahan data saja.  #Disitulah kadang saya merasa sedih :D

Yah.. kalo materi dasar itu dipelajarinya di semester awal-awal, wajar juga sih kalo ada yang lupa. Saya juga gitu :D. Tapi saat mau ujian skripsi, sebaiknya dipelajari juga materi-materi dasar yang terkait dengan topik skripsinya. Supaya tidak bikin sedih dosen pengujinya dan bikin malu dosen pembimbingnya..hehehe..
Nah, bagi mahasiswa yang belum ujian skripsi, saya kasih bocoran nih... persiapkan juga pemahaman anda mengenai dasar-dasar materi di bidang ilmu Anda, minimal yang terkait dengan topik skripsi. Manatau dosen pengujinya bener-benar nanya tentang itu. Sebaiknya memang sedia payung sebelum hujan, apalagi bagi Anda yang tinggal di Bogor, Kota Hujan. Hehe

Selain ujian skripsi, ngoreksi skripsi mahasiswa juga terkadang membuat saya sedih :D Sering saya menjumpai skripsi yang salah-salah ketik. Kalau sekedar salah ketik huruf, oke lah..dimaklumi. Namanya juga manusia. Hehe. Masalahnya ini salah menulis simbol matematika, misalnya simbol Chi Square itu kan Greek Letter mestinya, diketik pake Equation, eeh...ini diketik pake huruf X kapital dikuadratkan, jadinya X kuadrat donk. Padahal sebagai orang eksak mestinya sudah familiar dengan simbol-simbol matematika. #Disitulah kadang saya merasa sedih.


Ini pengalaman ngajar kelas besar, mahasiswanya 94 orang. Waktu belajarnya sore-sore jam 4 sampai jam 6. Matakuliahnya Teori Statistika. Kebayang kan gimana suasananya?

Beruntung ruangan yang dipake ruang bioskop, jadi yang duduk di belakang tetap terpantau dan mahasiswa masih bisa memperhatikan dengan jelas. Karena waktu belajarnya sore, tentu mahasiswa dan juga saya pun sudah lumayan capek. Apalagi kuliahnya teori, tepatnya adalah responsi (latihan soal-soal). So, saya mesti nyari metode pengajaran yang bisa bikin seru. Bagaimanapun capeknya ngajar di sore hari, saya tetap semangat. Belajar bersama dengan mahasiswa, semangat saya semakin terjaga. Makanya, saya berusaha untuk maksimal. Namun, namanya juga manusia, dari 94 orang tentu kondisinya beragam, ada yang segar, ada yang sudah loyo. Ada yang barangkali perutnya kenyang, ada juga yang bisa jadi lapar, atau sedang puasa. Nah, itulah, diantara 94 mahasiswa masih terdeteksi olah saya ada yang memejamkan mata dan terlihat pulas walaupun hanya beberapa menit saja. Padahal saya sedang semangat-semangatnya membahas soal. #Disitulah kadang saya merasa sedih. :D

Saya tinggal di tempat yang jauh dari lokasi kampus utama. Dari daerah tempat saya tinggal, ada bis kampus yang khusus antar jemput karyawan. Karena saya masih relatif baru, sopir-sopir bus ini banyak yang belum tau saya. Saat itu, saya pagi-pagi terburu-buru menuju ke tempat parkiran bus tersebut. Saya bertiga bersama teman-teman S2 yang jadi asisten parktikum juga. Saat saya menanyakan mana bis yang terlebih dahulu berangkat, eh..salah satu sopir berkata, "Maaf neng, ini khusus buat pegawai.."
Hiks hiks... #Disitu kadang saya merasa sedih. 

Open Recruitment FLP Bogor

Saat ini saya telah bergabung bersama FLP Bogor. Untuk meningkatkan kemampuan menulis dan menjaga semangat menulis, kita memerlukan lingkungan yang kondusif dan mendukung. Semoga dengan bergabung bersama teman-teman yang memiliki hobi sama, saya bisa istiqomah dalam menulis. Bagi teman-teman yang punya hoby menulis atau pengen bisa menulis juga, silakan bergabung bersama kami di FLP Bogor.


Friday, March 6, 2015

Kisah Nobita dan Shizuka

Alkisah, Nobita yang dulu malas belajar dan selalu mengandalkan Doraemon sekarang sudah dewasa. Kebiasaannya main-main, jahil, dan malas belajar itu sudah hilang. Dia sudah berubah. Kini, Nobita menjadi anak yang rajin, semangat, dan memiliki cita-cita tinggi. Dia ingin jadi peneliti. Katanya, suatu hari nanti dia akan melakukan penelitian mengenai teknologi-teknologi terbaru yang canggih. Makanya dia tekun kuliah, hingga S2. Hebatnya, dia kuliah S2 di jurusan Statistika! Statistika IPB pula! Keren! Entah bagaimana caranya nanti, dengan menjadi Profesor Statistika dia akan mengalahi kehebatan Doraemon. Sesekali dalam hidupnya, Nobita ingin lebih canggih dari Doraemon. Itu salah satu tekadnya! Tidak disangka Nobita menjadi keren begitu. :)

Banyak orang yang kagum dengan perubahan Nobita. Apalagi dengan pilihannya untuk kuliah S2 di Statistika IPB! (Hehe, keliatan ngarangnya!). Konon, dia bisa sampai masuk ke kampus IPB gara-gara ketemu dengan seorang dosen Statistika IPB yang S3 di Jepang, sebut saja Pak FMA. (Colek Pak FMA hehehe). Entah rayuan macam apa yang disampaikan Pak FMA sampai akhirnya Nobita terpengaruh untuk hijrah ke Indonesia demi mempelajari statistika. :) Sampai-sampai dia rela berjauhan dengan Shizuka, gadis yang dicintainya sejak kecil.

Selama Nobita S2 di IPB, komunikasi dengan Shizuka dilakukan lewat media sosial. Ada facebook, twitter, instagram, LinkedIn, skype, line, whatsapp, viber, dan sebagainya. Saat ingin menyampaikan isi hatinya yang kalau ditulis sudah seperti pendahuluan skripsi, mereka sering menggunakan facebook . Saat hanya ingin mencurahkan isi hati yang lebai dengan singkat, mereka menggunakan twitter.

Misalnya,
“I love u so much..”
Trus Shuzuka membalasnya begini,
“Oh no,,, I love u so much much more”
Nobita tidak mau kalah, dia terus membalas.
“Oh no..no..no, Shizuka! I love u so much much much much more..”
Keduanya tak mau kalah, dan terus balas-balasan.
“No, Nobita! No..no..! I love u so much much much much much more every time!”
Saking tidak mau kalahnya sebagai pria dan karena capek berhadapan dengan Shizuka yang sejak kecil memang lebih cerdas darinya, Nobita pake jurus pamungkas. Kali ini dia mengandalkan ilmu matematikanya.
“Oh Shizuka, No! No, no, no! I love u so much dikali e pangkat tak hingga! Titik!”
Kontan saja, Shizuka kalah telak. Kalau sudah berpangkat tak hingga, mana ada lagi angka yang bisa melebihinya! Hehe. Sepertinya mereka sering nonton Net TV, sehingga meniru kelakukan Bintang dan Bastian di acara Tetangga Masa Gitu. Hehehe.

Itulah manfaat twitter buat mereka.

Lalu, saat ingin pamer foto-foto narsisnya dan memperlihatkan produk-produk jualan online, mereka menggunakan instagram. Kadang-kadang Nobita ingin membelikan hadiah untuk Shizuka berupa pernak-pernik khas Indonesia. Nah, Nobita sering menunjukkan dulu foto-foto barang yang akan dihadiahkannya itu ke Shizuka, lalu meminta Shizuka untuk memilih yang mana yang dia sukai. Romantis juga Nobita! Hehe.

Kemudian, saat Nobita ingin berbagi info-info yang berkaitan dengan keilmuannya, dia menggunakan LinkedIn. Shizuka terkagum-kagum dengan postingan-postingan Nobita. Misalnya, Nobita memposting tulisan seputar Statistics for Economic and Bussiness, Big Data Analysis, Small Area Estimation, dan lain sebagainya.

“Nobita sekarang hebat, nggak salah kalo aku akhirnya mau dengannya”, begitu batin Shizuka.  Hehe!

Nah, saat mereka ingin ngobrol yang lumayan panjang, mereka menggunakan free voice call di Viber. Untuk komunikasi sehari-hari mereka menggunakan whatsapp atau line. Dan, saat mereka rindu dan ingin melihat wajah masing-masing, mereka menggunakan Skype. Begitulah... handpone, laptop, dan media sosial adalah hal yang sangat berharga bagi Nobita.

Nah, suatu hari, Nobita mendapatkan video inspiratif dari internet. Video ini bercerita tentang, kesadaran seseorang tentang dampak gadget dan media sosial yang justru telah membuatnya kehilangan kehidupan riil di sekitarnya. Rekaman video ini juga dibuat untuk menyadarkan masyarakat yang telah sering menghabiskan waktu di dunia maya dan cenderung mengabaikan lingkungan di sekelilingnya yang nyata. Orang itu mengawali ceritanya dengan berkata,

I have 422 friends. But, I’m lonely... “

Intinya, orang itu menyampaikan bahwa meskipun banyak teman, dia merasa kesepian. Walaupun dia selalu berkomunkasi dengan banyak orang, namun sesungguhnya orang-orang tersebut sangat jauh. Permasalahannya adalah adanya perbedaan antara menatap mata lawan bicara atau hanya melihat nama orang di layar. Itulah komunikasi zaman sekarang, hanya melalui gadget. Ya, dia dan kebanyakan orang telah diperbudak oleh gadget dan media sosial, sehingga orang menjadi individualis dan mengabaikan orang-orang penting di sekelilingnya. Oleh karena itu, dalam videonya dia mengajak pada kita semua untuk meninggalkan dunia maya, lalu kembali ke dunia nyata. Dia berpesan untuk mulailah menemui teman-teman kita dengan bertatap muka langsung, jangan hanya menemuinya melalui layar gadget. Dia mengatakan, “Datangi teman-temanmu, maka merekapun akan mendatangimu!”.

Kemudian, orang itu juga menyampaikan pesan yang intinya begini “Habiskanlah waktu hidup kita untuk berkarya dan untuk bersama dengan orang-orang tercinta dalam hidup kita, daripada menghabiskan waktu untuk orang-orang jauh di dunia maya”.  Pesan ini sangat penting terutama bagi anak-anak muda yang cenderung autis, merasa cukup hidup dengan dunia maya sehingga tak peduli dengan lingkungan sekitar. Juga sesuai untuk ibu-ibu yang berkelakuan demikian. Banyak ibu-ibu yang tidak maksimal mengurus anak karena sibuk BBM-an atau facebook-an.

Banyak pesan yang disampaikan melalui video tersebut. Namun, dari sekian banyak pesan, bagi Nobita ada satu pesan yang sangat berkesan baginya, yaitu sepotong kalimat “.....Saat kamu menjual komputermu supaya bisa membeli cincin untuk gadis impianmu yang sekarang menjadi nyata”. Narator menyampaikan pesan tersebut sebagai penyadaran bahwa seseorang yang berani memutuskan untuk menjual laptopnya demi melamar gadis impiannya adalah jauh lebih penting dibandingkan dengan bercengkrama bersama gadget dan media sosialnya.

Nah, Nobita ini sepertinya menanggapi pesan tersebut terlalu lebay. Sehingga, dia begitu semangatnya ingin menghentikan komunikasi dengan Shizuka lewat facebook, whatsapp, twitter, dan lain-lain itu. Dia ingin, Shizuka menjadi nyata dalam hidupnya. Ada di sampingnya, menemani perjuangan hidupnya menjadi profesor yang akan mengalahkan Doraemon. Oleh karenanya, dia berniat untuk memusnahkan alat-alat elektronik yang dimilikinya yang dapat membuatnya menjadi makhluk antisosial. Bagaimana tidak, setiap harinya dia sibuk facebookan, twiteran, whatsappan, dan skype-an dengan Shizuka. Waktunya habis untuk itu, sehingga dia kurang memiliki teman dan bahkan sampai akhir semester 3 dia belum mendapat topik tesis. Bagaimana mau mengalahkan Doraemon kalau begini?! Hehehe.

Karena video yang menginspirasi itu, akhirnya Nobita memutuskan untuk pulang ke Jepang pada saat liburan semester tiga. Kuliah sudah selesai, tinggal nggarap tesis, pikirnya begitu. Lagipula, dia sudah rindu berat dengan Shizuka,  ayah dan ibu, serta Doraemon!

Sesampainya di Jepang, Nobita tak menunggu waktu lama untuk menemui Shizuka. Dengan semangat empat lima bagaikan semangat para pejuang Indonesia melawan penjajah Jepang dulu (hehe, nyindir..), dia berlari menuju rumah Shizuka. Lalu, dia mengajak Shizuka untuk jalan-jalan ke taman. Semangatnya Nobita ini selayaknya semangat pantang menyerah yang menjadi cirikhas orang Jepang, yaitu semangat bushido (semangat ksatria). Nah, Nobita benar-benar ingin membuktikan jiwa ksatrianya pada Shizuka! Hehe.

Tak seperti biasanya, kostum Nobita berbeda dari yang biasanya ketika masih tinggal di Jepang. Nobita yang seringnya menggunakan kaos kuning dan celana biru polos, kali ini dia mengenakan kaos batik berwarna kuning kombinasi hijau muda dan celana jins hitam. Sudah lama di Indonesia, Nobita terbiasa menggunakan batik. Hehe. Namun, kacamata bulatnya masih tetap dikenakan seperti biasa. Kalau tidak memakai kacamata dia merasa kurang tampan. Sedangkan Shizuka, masih seperti biasanya, Mengenakan baju merah muda dan rok biru laut. Rambutnya diikat dua kanan dan kiri. Meskipun sudah dewasa, namun ciri khasnya berpenampilan masih relatif sama dengan ketika kecil.

Mereka duduk di taman yang dipenuhi dengan bunga-bunga bermekaran. Sambil mengamati orang-orang yang juga sedang bersantai ria di sana, mereka ngobrol sambil makan es krim. So sweeet... hehe. Di taman itulah, yang dalam hati Nobita bagaikan taman syurga, hehehe, dia bercerita tentang video inspiratif itu dan menunjukkannya pada Shizuka. Dengan konsentrasi, Shizuka menonton video itu. Setelah selesai, Nobita bertanya,

“Bagaimana  tanggapanmu mengenai video itu?”
"Videonya bagus sekali, Nobita..." jawab Shizuka sambil menunjukkan ekspresi yang terkagum-kagum dengan isi video.
“Emmm... ada kalimat yang paling berkesan tidak menurutmu?” Nobita ingin mengetahui apakah Shizuka juga menangkap hal sama dengan dirinya dari video itu.

Di luar dugaan Nobita, dengan cerdasnya Shizuka menjawab,
“Bagiku, semua kalimat di video itu sangat berkesan. Bagus sekali pesan yang disampaikan. Memang benar, gadget telah mencuri rasionalitas dan produktivitas manusia”

Nobita nyengir, sedikit kecewa. Dia membatin, kok Shizuka tidak menggarisbawahi kalimat itu ya? Karena tidak sabarnya, Nobita segera menyampaikan opininya mengenai video itu.
"Kalau aku, sangat terkesan dengan kalimat itu... yang bunyinya ‘...Saat kamu menjual komputermu supaya bisa membeli cincin untuk gadis impianmu '...”
Dengan sedikit ragu-ragu, Nobita melanjutkan ucapannya,
“.. ng..ng..aku ingin mempraktekkan isi video itu, Shizuka!"

Dengan spontan, Shizuka bertanya,
“Apa..? Maksudnya, kau ingin meniru kata-kata di video itu, Nobita? Kau ingin menjual laptopmu untuk beli cincin?”

Dengan malu-malu Nobita menjawab,
“Iy...iy...iya, Shizuka... Aku ingin menikah denganmu..”silakan bayangkan ekspresi Nobita seperti di serial Doraemon ya...

Shizuka bukannya senang, dia melotot sambil protes terhadap idenya Nobita.
“Dasar bodoh kau, Nobita! Kalau kau menjual laptop untuk beli cincin, lalu bagaimana kau akan mengerjakan tesismu? Apakah kau akan pergi ke warnet setiap akan mengerjakan tesis? Hari gini.... numpang ngetik di  warnet ...??! Trus, kalau kau tak selesai-selesai tesisnya karena kau tidak punya laptop, semakin lama kau lulus dan semakin lama kau kembali ke Jepang.. Bagaimana dengan nasib kita..?"

Nobita hanya nyengir kuda, sementara Shizuka masih belum puas menyangkal ide Nobita yang tak lazim itu.

“Kau ini, ada-ada saja Nobita. Kupikir kau benar-benar jadi cerdas sejak S2. Ternyata masih sama saja!”

Shizuka yang memang anak cerdas sejak kecil, pemikirannya sangat kritis. Sedangkan Nobita yang sejak kecil setiap punya keinginan ingin selalu terwujud, rela melakukan apa saja untuk mewujudkan keinginannya itu. Dan, pastilah Doraemon yang menjadi tumbalnya. Namun sekarang, karena dia sudah semakin dewasa, untuk urusan cintanya ini dia tidak bisa mengandalkan Doraemon lagi. Dia begitu menggebu-nggebu ingin mendapatkan Shizuka. Dan, video itu sangat menginspirasi baginya. 

Namun, karena protes Shizuka, dia akhirnya berfikir, dan bergumam dalam hati.
“Benar juga ya kata Shizuka.. “

Dengan keadaan bingung, Nobita menyampaikan kegelisahannya.

“Tapi Shizuka, aku tak ingin lagi menghabiskan waktuku untuk facebook-an, twitter-an, BBM-an, dan sebagainya, hanya untuk berkomunikasi denganmu yang berada jauh dariku. Aku ingin kau ada bersamaku selalu sehingga kita tidak memerlukan gadget dan media sosial lagi untuk berkomunikasi. Aku tak ingin lagi menjadi makhluk antisosial gara-gara waktunya hanya untuk chatting-an denganmu. Aku ingin kau ada di sampingku, di dalam dunia nyataku.. Makanya aku ingin beli cincin sebagai pertanda keseriusanku ini...” (Hi..hii...hi... saat menuliskan ini aku seperti merasa mual , lebay banget rasanya..)

“Untuk begitu mah, tidak harus menjual laptop, keleesss..” Ternyata, saking seringnya facebookan, Shizuka menjadi familiar dengan bahasa gaulnya anak-anak Indonesia. (Hehehe...keliatan ngarangnya ya...).

“Lalu, apa yang harus aku lakukan? Harta karun yang aku punya hanya laptop, Shizuka...” Nobita jadi bingung.

“Nobita, ada harta karun lain yang kau miliki yang jauuuh lebih mahal harganya dibandingkan dengan laptop bekas mu yang software nya pun bajakan semua itu...!”

Shizuka dengan tenang dan senyum manis menenangkan Nobita. Memang, calon istri sholehah banget Shizuka ini. Kata Pak Ustadz, salah satu ciri wanita sholehah adalah pandai menenangkan hati suaminya. (Hehehe) Ya,, Shizuka niatnya memang menenangkan dan membesarkan hati Nobita, meskipun diungkapkan dengan kalimat yang rada mengejek. :D

Nobita penasaran, “Apa maksudmu..?”

Shizuka tidak langsung menjawab, tapi malah senyum-senyum.
Nobita penasaran, “Harta karun apa yang kau maksud, Shizuka?”

“Keahlianmu..!”

Shizuka menjawab singkat dengan senyum elegan yang semakin membuat Nobita terkagum-kagum karena dengan begitu Shizuka terlihat semakin cantik dan cerdas.
Nobita belum paham maksudnya, “Maksudmu?”
“Kau kan calon profesor statistika. Nah, jual keahlian statistika yang kau miliki, kepada orang-orang yang membutuhkan. Lalu, kau bisa beli cincin untukku!”

Shizuka memang cerdas! Gumam Nobita dalam hati. Dia tidak kepikiran akan hal itu. Karena kebiasaannya selalu menggebu-gebu dalam menginginkan sesuatu, akalnya menjadi pendek. Mencari jalan pintas. Akhirnya Nobita dapat memahami, dengan menjual keahliannya, maka dia tak perlu menjual laptop. Dan kalau dia masih punya laptop, maka dia bisa mengerjakan tesis dengan maksimal. Intinya, dua hal besar dalam hidupnya dapat terwujud tanpa harus mengalahkan salah satunya. Lulus menjadi master statistika dan menikah dengan Shizuka! Keren sekali! Gumam Nobita dalam hati.

Kalau Nobita sudah menikah dengan Shizuka, mereka tidak perlu berkomunikasi menggunakan media sosial lagi. Nah, untuk sementara mereka belum menikah, mereka bersepakat untuk mengurangi intensitas menggunakan media sosial. Mulai berlatih fokus dengan tugasnya masing-masing, dan berusaha lebih peka terhadap lingkungan. Nobita sudah mengerti bahwa dengan meninggalkan media sosial, dia bisa fokus mengerjakan tesis, dan jika fokus maka dia akan segera selesai S2 nya, dan kembali ke Jepang lalu tinggal bersama dengan gadis impiannya itu, Shizuka. 

Diskusi mengenai kehidupan dan masa depan dengan Shizuka memang memberikan pencerahan dan semangat yang luar biasa bagi Nobita. Dia begitu gembira memiliki Shizuka. Saking gembira dan kagumnya Nobita terhadap Shizuka, langsung muncullah gombalan lebay nya.

“Shizuka, tahukah kau, antara 1 sampai 10, berapakah nilai cinta aku ke kamu?” (eh eh eh.. kok pake kamu.. hehe)

“Tidak tahu!” Jawab Shizuka.

Dua......”

“Kok cuma dua? Sedikit sekali..!?” Shizuka protes lagi.
Duaaleeemm bangeeet” Hahaahaha.... Nobita terbahak-bahak.

Shizuka sang wanita anti gombalan, tak termakan rayuan lebaynya Nobita,
“Ah, kau pasti nyontek gombalan di Net TV, Nobita...!” Shizuka menjewer telinga Nobita yang memang nakal sejak kecil. Nobita tertawa sambil nyengir kesakitan. Hehehe


Akhirnya, mereka pulang dengan perasaan bahagia.

Selesai!

Thursday, March 5, 2015

Tahun Baru Hijriyah, Aku Harus Berubah

Ini cerpen saya buat untuk memenuhi kewajiban rutin menulis sebagai calon anggota FLP, kebetulan hari itu adalah jatah saya harus setor tulisan. Karena saat itu Umat Islam sedang merayakan hari istimewa yaitu Tahun Baru Hijriyah, saya mendapatkan ide dari peristiwa ini. Banyak yang mengucapkan selamat tahun baru. Alhamdulillah saya punya tema untuk ditulis. Cerpen ini saya tulis saat sedang dalam masa Prajabatan bulan Oktober 2014 di Sawangan, Depok. Sebelum mengerjakan tugas Prajabatan membuat makalah, saya sempatkan untuk memenuhi janji “setor tulisan”. Semoga tulisan ini bermanfaat untuk yang membaca dan bermanfaat juga untuk diri saya sendiri. Selamat membaca!

Sawangan Depok, 25 Oktober 2014/ 1 Muharam 1436 H.

Kemarin, aku terdiam sejenak saat menerima pesan Whatsapp dari seorang teman. Isinya adalah “Selamat tahun baru 1436 Hijriyah.. Semoga Allah SWT melimpahkan kebaikan, keberkahan & kebahagiaan kepada kita di tahun ini dan berikutnya,, Aamiin”. Kemudian, di grup Whatsapp teman-teman kantor, seorang senior yang paling sepuh diantara kami juga duluan memberi ucapan tahun baru Hijriyah. Kalimatnya begini “Selamat tahun baru Hijriyah 1 Muharam 1436. Semoga tahun ini lebih baik dari tahun lalu. Insyaallah...Allah memberi jalan yang baik dan mudah dalam mensyukuri nikmat yang selalu dilimpahkanNya pada kita semua. Aamiin”. Kedua ucapan selamat itu, hanya mampu kujawab dengan “Aamiin,,, Terimakasih..”. 

Setelah membalas pesan tersebut, aku tertegun. Melamun sendiri. Dalam hati aku berkata “Tahun baru Hijriyah? Hemm.. ternyata penting juga mengucapkan selamat tahun baru Hijriyah. Relung hatiku tiba-tiba merasa tertohok, dan muncul sebuah pertanyaan, “Bagaimana dengan pemahaman keisalamanmu...?” Deg!! Lalu, muncul lagi pertanyaan, “Apakah kau sudah mengimplementasikan islam dalam kehidupanmu dengan benar dan tepat?” Deg. Deg! Relung hatiku seperti dipukul palu. Sakiit sekali rasanya! Dan, mukaku rasanya seperti udang goreng, merah. Aku malu, maluu sekali. Malu pada diriku sendiri, dan malu pada Tuhan. Dan saat membayangkan orang-orang yang mengenalku, aku menjadi malu pada mereka.

Betapa tidak, selama ini aku sangat jarang mempelajari islam. Padahal, ini agamaku sendiri. Agama yang menjadi penyelamat bagi ummat yang berpegang teguh pada prinsip-prinsipnya. Nama-nama bulan islam pun aku tidak hafal, apalagi makna tahun baru hijriyah. Bahkan, aku hampir lupa bahwa tahun baru Hijriyah tiba pada tanggal 1 Muharam. Yang aku tau, tahun baru masehi adalah tanggal 1 Januari. Rasanya, sejak sebelum masuk SD aku sudah tau ini. Sedangkan tahun baru islam, rasanya sudah diajarkan di sekolah dulu, namun..aku tak mengingatnya. Tak terfikir olehku untuk merasa penting mengingat ini. Masyaallah.

Dan, waktu terus saja berputar. Dunia semakin menua. Tak terasa, semuanya begitu cepat berlalu. Sementara aku, masih tetap begini, belum ada kemajuan signifikan yang lebih baik. Keislamanku masih sangat dangkal. Keilmuanku juga masih sangat minim. Kecerdasan mentalku juga masih sangat rendah. Kemampuanku berkomunikasi dan bersosialisasi juga masih terbatas. Dan, kebermanfaatanku untuk orang lain juga belum seberapa. Aku hanya hidup untuk diri sendiri, dengan berpegang pada apa yang aku pikirkan dan aku sukai, serta seadanya. Aku masih jauh dari sebutan “Sukses”. Sekarang, aku merasa seperti sedang mendapat teguran dari Tuhan. Aku tersadar!

Malam tadi, aku merenungi diriku sendiri di kamar kost yang sepi. Aku merenungi kehidupanku. Aku merenungi lingkungan sekelilingku. Aku merenungi apa yang terjadi di dunia ini. Aku merenungi hasil pengamatanku terhadap manusia, dan semua fenomena-fenomena di alam ini. Ingatanku kembali pada peristiwa-peristiwa yang pernah membuat tertawa, yang menggugah rasa, yang menginspirasi, yang membuat terharu, yang membuat menangis, yang membuat sakit, dan bahkan yang membuat gila. Baik itu yang terjadi padaku, yang kutonton di televisi, yang kudengar dari cerita teman, yang kubaca dari koran, dan sebaginya.

Aku menghela nafas, lalu tersenyum sendiri. Dan... setelah itu...tak terasa air mataku menitik. Aku sedih..., sediiih sekali.. !

Untung aku sedang sendiri di kamar ini, jika sampai ada yang melihatku, mungkin aku dikira gila! Tersenyum sambil menangis.

Aku tak ingin berlarut-larut dalam kesedihan yang sia-sia. Hari telah menunjukkan pukul sembilan malam waktu itu, saatnya aku bersiap-siap untuk istirahat. Aku segera bergegas ke kamar mandi, kuambil air wudhu. Aku tak ingin membiarkan airmataku meleleh begitu saja tanpa makna. Aku tak ingin air mataku mengering begitu saja. Aku harus mengeringkan air mataku dengan sentuhan lembut dari sang kekasih sejati, Allah yang Maha Mengasihi, Maha Menyayangi, dan Maha Mencintai. Sebelum jiwa raga ini istirahat, aku harus menghadap-Nya melalui shalat sunah.

Dalam sujudku, aku mengadu. Dalam dudukku setelah salam, aku utarakan pengakuan dan harapanku. Istighfar, tasbih, tahmid, dan takbir kuucapkan berulang-ulang. Dan airmataku semakin meleleh. Aku larut dalam konsentrasi yang paling tinggi dalam komunikasi dengan Dzat yang abstrak namun kongkrit, Allah SWT.

“Ya Allah,,, Tuhan pemilik dan penguasa alam semesta. Aku datang padaMu. Aku ingin menyampaikan semua rasa yang ada di dalam hatiku. Aku berharap, Engkau berkenan mendengarkanku wahai Tuhan yang Maha Mendengar..

Tuhanku yang Maha Bijaksana, betapa bergemuruhnya rasa di dadaku ini ya Allah... Aku sedih.. aku menyesal..dan aku takut.. Aku memohon sekiranya Engkau berkenan untuk menerima pengaduanku ini, karena hanya Engkaulah tempatku mengadu dan memohon pertolongan.

Ya Allah... Aku menyadari betapa banyak salah dan dosa yang telah kulakukan selama ini. Tanpa kusadari, aku seringkali melalaikanMu. Dalam menjalankan kehidupan sehari-hari di dunia ini, seringkali aku mengabaikanMu, seringkali tak terfikir olehku untuk melibatkanMu dalam setiap aktivitasku. Aku merasa mampu melakukannya sendiri, aku merasa akulah penentu dari semua keberhasilan yang aku impikan. Ternyata aku salah, Tuhan. Sesungguhnya, tanpa kehendakMu, semua hal di dunia ini tidak akan dapat terjadi. Begitu pula sebaliknya, yang Engkau kehendaki terjadi, pasti akan terjadi, meskipun aku tak menginginkannya. Aku sekarang yakin akan hal itu ya Allah! Aku telah menyadari sepenuhnya, bahwa dalam setiap langkahku, aku harus selalu melibatkan Engkau dan aku harus menyerahkan kepada Engkau segala apa yang telah kuikhtiarkan. Karena sesungguhnya, hanya Engkaulah yang Maha Mengetahui baik buruknya akhir dari suatu urusan.

Ya Allah, mungkin saja aku menjadi seperti itu karena pemahamanku tentang Islam masih sangat minim. Aku juga belum begitu baik dalam mengenalMu. Aku menyesal Tuhan, kenapa selama ini aku hidup dengan kegiatan yang sebagian besar tercurah hanya untuk urusan duniawi belaka? Dan aku, tak mengerti bahwa semestinya dalam menjalankan tugas-tugas keduniawianku aku mesti melibatkan Engkau. Proporsi intensitasku membaca buku tak seimbang dengan intensitas membaca alqur’an. Aku lebih sering membaca buku dari pada membaca alqur’an. Jangankan untuk mengaitkan ilmu yang kupelajari tentang dunia ini dengan pesan-pesan yang terkandung dalam alqur’an. Aku begitu hina!
Padahal, selama ini aku hidup penuh dengan karuniaMu yang tak terhingga, rejeki dariMu yang terus mengalir, dan semua nikmat yang telah Engkau berikan kepadaku begitu banyak. Namun, aku tak mengerti bagaimana caranya berterimakasih kepadaMu, Ya Allah.. Aku tak tahu diri!

Dan...sekarang aku mengerti bahwa, kedangkalan pemahamanku terhadap agama yang menjadi identitasku di KTP ini, agama yang diwariskan oleh orangtua yang telah melahirkanku, agama yang istimewa sebagai rujukan manusia dalam berkehidupan di dunia, berdampak pada ketidaksempurnaanku dalam menjalani kehidupan. Banyak sekali salah dan dosa yang kulakukan! Tuhanku, Allah yang Maha Mengampuni, aku sungguh menyesal!

Sekarang, dengan penuh kesungguhan dan kerendahan hati, serta, dengan penuh pengharapan kepadaMu, aku memohon ampunanMu ya Allah atas ketidaksesuaian pola pikirku, tutur kataku, dan perilakuku baik dalam beribadah kepadaMu maupun dalam kehidupan sosialku, dengan apa yang semestinya Engkau anjurkan atau Engkau ridhoi.

Ya Allah, aku juga menyadari... dalam diriku masih banyak penyakit. Selama ini aku tak menyadari, bahwa aku masih terbelenggu oleh kemalasan yang akhirnya menggerogoti jiwaku. Selama ini aku sering mengabaikan pesan orang tua. Selama ini, aku cenderung melakukan hal-hal yang terlihat menguntungkan diriku saja. Selama ini, aku merasa sulit untuk menjalankan kebaikan. Selama ini aku merasa telah benar sendiri. Selama ini aku tak sadar bahwa yang kulakukan itu salah. Selama ini aku tak menyadari bahwa aku telah mengabaikan orang lain, padahal orang itu begitu peduli kepadaku. Selama ini aku telah sering mengingkari janji, dan aku berdalih bahwa aku tak sengaja lupa atau aku memiliki kepentingan lainnya yang tak bisa diwakilkan. Aku tak menyadari, dengan begitu aku telah melakukan dua kesalahan, yaitu mengingkari janji dan melukai hati orang lain. Selama ini, aku juga seringkali berburuk sangka. Selama ini aku kurang baik dalam memegang amanah. Selama ini aku sering berkeluh kesah. Selama ini aku kurang bertanggung jawab. Selama ini aku kurang berdedikasi dalam pekerjaanku. Selama ini aku kurang serius mengerjakan tugas-tugasku. Selama ini aku kurang memiliki empati kepada orang lain. Selama ini aku cenderung bertindak sesuai dengan persepsiku sendiri. Selama ini aku seringkali menunda-nunda pekerjaan. Ya Allah, begitu banyak kesalahanku.
Ya Allah... Mohon maafkan aku, Wahai Tuhan yang Maha Pemaaf dan gemar memaafkan. Aku telah menyadari seluruhnya apa yang khilaf dari diriku selama ini. Aku bertaubat padaMu, Tuhan! Dan sekarang, aku memohon kemurahan hatiMu untuk : memaafkanku, menerima taubatku, membimbingku, melindungiku, dan menolongku selalu dalam setiap saat dan kesempatan. Melalui moment tahun Baru Hijriyah 1 Muharam 1436 ini, aku ikrarkan janjiku, “Aku Harus Berubah!”. Terimakasih ya Allah, atas penyadaran ini, aku yakin ini adalah salah satu wujud kasih sayangMu kepadaku.”

Alhamdulillah, malam tadi, setelah curhat kepadaNya hatiku legaa sekali, setelah menutup doaku. Aku tenang, airmataku telah kering. Aku tersenyum. Dengan penuh semangat, aku rapikan mukena dan sajadah, lalu meletakkannya di gantungan dalam lemari. Lalu, aku berpindah ke meja belajar. Aku mengambil diaryku, dan menuliskan janjiku.

Resolusi Tahun Baru Islam 1 Muharam 1436 Hijriyah

1. Mempelajari islam lebih intensif dan berkualitas
2. Rajin membaca dan mempelajari alqur’an
3. Memegang teguh prinsip-prinsip islam dengan konsisten
4. Bekerja/belajar sungguh-sungguh dengan penuh integritas
5. Mendahulukan yang prioritas, tinggalkan kebiasaan menunda
6. Meningkatkan kepedulian dan empati terhadap sesama
7. Menepati janji, baik janji pada tuhan, diri sendiri dan orang lain.
8. Senantiasa memperbaiki diri sebaik-baiknya.

Demikianlah, puas sudah hatiku. Semoga Allah membimbing dan membantuku dalam merealisasikan resolusi tahun baru hijriyah. Aku kembali tersenyum sendiri. Lalu, beranjak tidur.
Dan hari ini, aku merasa lebih segar dan bersemangat. Semoga Allah tidak memalingkan hatiku setelah mendapatkan petunjuk dari-Nya ini. Aamiin.

“SELAMAT TAHUN BARU ISLAM, 1 MUHARAM 1436 HIJRIYAH, WAHAI TEMAN-TEMANKU!”

Belajar Bijaksana dengan Membaca dan Menganalisa

Bijaksana, apa itu? Saya termenung memikirkan sebenarnya apa sih yang dimaksud “bijaksana” itu. Kok, saya senang sekali dengan kata-kata ini, bahkan seringkali saya memanjatkan doa agar dijadikan pribadi yang bijaksana.

Saya telusuri berbagai sumber untuk mendapatkan pengertian bijaksana. Saya ingin memastikan, apakah sudah tepat makna bijaksana yang selama ini saya pahami? Dan, apakah tepat jika kata “bijaksana” ini saya jadikan motto di dalam blog ini.

Akhirnya, saya berhasil merangkum penjelasan mengenai makna bijaksana ini. Bijaksana adalah suatu sikap yang mencerminkan keadaan jiwa yang tenang dan berpikir jernih sebelum berucap dan bertindak. Ustd. Syafi’i Antonio dalam bukunya Asma’ul Husna for Success in Business and Life menjelaskan bahwa bijaksana merupakan sikap yang dilandasi oleh kejernihan hati, fikiran, dan kedalaman ilmu. Orang yang bijaksana mengetahui betul apa yang harus dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan. Pendapat lain menyatakan bahwa, orang yang bijaksana memandang masalah dari berbagai sudut pandang. Mereka mampu melihat masalah dalam konteks yang luas, tidak berpikir sempit. Ini sesuai dengan sinonim dari kata bijaksana, yakni: arif. Kata arif yang berasal dari bahasa Arab ini, berasal dari kata “arafa” yang berarti: luas, lapang. Wujud kongkrit dari sikap bijaksana ini adalah mampu mendengarkan, memahami, dan menerima orang lain dengan baik, sehingga dapat bersikap tepat dan proporsional dalam memandang sesuatu atau bersikap terhadap orang lain.

Allah SWT sendiri memiliki asma’ul husna Al-Hakim (Yang Maha Bijaksana). Menurut Ustd. Syafi’i Antonio, Al-Hakim adalah Dzat yang memiliki hikmah (kebijaksanaan) dalam semua perbuatanNya. Dengan kebijaksanaan-Nya, Allah SWT menghendaki agar manusia dapat menangkap pesan sosial yang terkandung dalam sifatNya ini, yaitu dapat bersikap bijaksana dan mampu menyadari bahwa segala sesuatu ada hikmahnya. Nah, jelas bahwa belajar untuk menjadi pribadi yang bijaksana adalah suatu keharusan bagi orang yang meyakini sifat Allah Al-Hakim ini.

Saya pribadi melihat bahwa bijaksana merupakan akhlak yang mulia. Bahkan, dari beberapa sumber dikatakan bahwa bijaksana merupakan cermin dari ketakwaan. Seperti halnya yang disebut dalam kitab suci, “...Wahai manusia, sesungguhnya Aku menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar saling mengenal. Sesungguhnya semulia-mulia kamu di sisi Allah ialah yang paling taqwa di antara kamu...” (QS. Al-Hujuraat: 13).
Istilah “saling mengenal” merupakan terjemahan dari kata “ta’arafu” dalam ayat tersebut. Menariknya, kata “ta’arafu” juga berakar dari kata “arafa”. Di situlah letak keterkaitan antara bijaksana dengan mulia. Setelah mengetahui hal ini, saya ingin selalu belajar menjadi manusia yang mulia di sisi Allah, oleh karenanya saya berusaha untuk belajar menjadi orang yang bijaksana. Lalu, bagaimana dengan Anda? :)

Terkait dengan motto dalam blog saya ini, yaitu “belajar bijaksana dengan membaca dan menganalisa”, saya akan mencoba menjelaskan alasannya. Mengapa melalui membaca dan menganalisa kita bisa bijaksana?

Dalam kehidupan ini, hal yang tidak dapat kita hindari adalah masalah. Benar tidak? Siapapun itu, pasti memiliki masalah. Nah, apa yang mesti kita lakukan terhadap masalah...?

Tentu, menyelesaikannya, bukan?

Ya, masalah itu harus diselesaikan. Dan, bagaimana cara menyelesaikan masalah, itu tergantung pada diri kita. Kecerdasan kita, ketrampilan kita, wawasan kita, dan semua kondisi diri kitalah yang akan menentukan bagaimana cara menyelesaikan masalah.

Lalu, apa kaitannya dengan membaca dan menganalisa? Membaca merupakan fondasi dasar dalam mengetahui sesuatu. Disini, yang dimaksud membaca bukanlah sekedar membaca buku atau membaca tulisan-tulisan. Tapi, membaca dalam arti luas. Membaca orang lain, membaca situasi, membaca hati, dan lain sebagainya. Saya jadi teringat kembali dengan pesan lain dalam Al-Qur’an, “Bacalah dengan nama Tuhanmu yang menciptakan” (QS. Al-Alaq: 1). Nah, dengan membaca, pengetahuan kita terhadap berbagai fenomena yang ada di dunia ini akan bertambah.

Kemudian, menganalisa merupakan kelanjutan dari membaca. Sebagai manusia, kita seringkali dihadapkan pada beragam situasi yang menuntut kita untuk dapat mencermati, menyikapi, mengambil keputusan, dan memberi respon dengan tepat. Untuk dapat melakukan itu semua, kita tidak cukup hanya mengandalkan pengetahuan (data) dari bacaan yang kita miliki. Kita harus dapat memilah, mengklasifikasi, dan kemudian membuat atau mencari identifikasi (kesesuaian). Proses inilah yang disebut dengan menganalisa.

Proses membaca yang universal (berpikir melingkar) dan menganalisa masalah dengan tajam akan melahirkan tindakan yang tepat dan proporsional. Itulah bijaksana. Jadi, dengan membaca dan menganalisa, kita belajar menjadi pribadi yang bijaksana. Mari kita sama-sama latih diri kita menjadi bijaksana agar kita menjadi manusia yang dapat menentramkan orang lain dan mulia di sisi Allah. Insya Allah. :) Dan berikut doa yang dapat kita panjatkan agar dapat menjadi pribadi yang bijaksana :

“Ya Allah, bukakanlah pintu kearifan penalaran. Bukakan pintu kearifan, sebagaimana para rosulMuyang Engkau utus. Tolonglah kami dengan rahmatMu. Dan ingatkanlah atas apa-apa yang kami lupa. Sesungguhnya Engkau berkuasa atas segala sesuatu. Aamiin.”