Thursday, March 5, 2015

Tahun Baru Hijriyah, Aku Harus Berubah

Ini cerpen saya buat untuk memenuhi kewajiban rutin menulis sebagai calon anggota FLP, kebetulan hari itu adalah jatah saya harus setor tulisan. Karena saat itu Umat Islam sedang merayakan hari istimewa yaitu Tahun Baru Hijriyah, saya mendapatkan ide dari peristiwa ini. Banyak yang mengucapkan selamat tahun baru. Alhamdulillah saya punya tema untuk ditulis. Cerpen ini saya tulis saat sedang dalam masa Prajabatan bulan Oktober 2014 di Sawangan, Depok. Sebelum mengerjakan tugas Prajabatan membuat makalah, saya sempatkan untuk memenuhi janji “setor tulisan”. Semoga tulisan ini bermanfaat untuk yang membaca dan bermanfaat juga untuk diri saya sendiri. Selamat membaca!

Sawangan Depok, 25 Oktober 2014/ 1 Muharam 1436 H.

Kemarin, aku terdiam sejenak saat menerima pesan Whatsapp dari seorang teman. Isinya adalah “Selamat tahun baru 1436 Hijriyah.. Semoga Allah SWT melimpahkan kebaikan, keberkahan & kebahagiaan kepada kita di tahun ini dan berikutnya,, Aamiin”. Kemudian, di grup Whatsapp teman-teman kantor, seorang senior yang paling sepuh diantara kami juga duluan memberi ucapan tahun baru Hijriyah. Kalimatnya begini “Selamat tahun baru Hijriyah 1 Muharam 1436. Semoga tahun ini lebih baik dari tahun lalu. Insyaallah...Allah memberi jalan yang baik dan mudah dalam mensyukuri nikmat yang selalu dilimpahkanNya pada kita semua. Aamiin”. Kedua ucapan selamat itu, hanya mampu kujawab dengan “Aamiin,,, Terimakasih..”. 

Setelah membalas pesan tersebut, aku tertegun. Melamun sendiri. Dalam hati aku berkata “Tahun baru Hijriyah? Hemm.. ternyata penting juga mengucapkan selamat tahun baru Hijriyah. Relung hatiku tiba-tiba merasa tertohok, dan muncul sebuah pertanyaan, “Bagaimana dengan pemahaman keisalamanmu...?” Deg!! Lalu, muncul lagi pertanyaan, “Apakah kau sudah mengimplementasikan islam dalam kehidupanmu dengan benar dan tepat?” Deg. Deg! Relung hatiku seperti dipukul palu. Sakiit sekali rasanya! Dan, mukaku rasanya seperti udang goreng, merah. Aku malu, maluu sekali. Malu pada diriku sendiri, dan malu pada Tuhan. Dan saat membayangkan orang-orang yang mengenalku, aku menjadi malu pada mereka.

Betapa tidak, selama ini aku sangat jarang mempelajari islam. Padahal, ini agamaku sendiri. Agama yang menjadi penyelamat bagi ummat yang berpegang teguh pada prinsip-prinsipnya. Nama-nama bulan islam pun aku tidak hafal, apalagi makna tahun baru hijriyah. Bahkan, aku hampir lupa bahwa tahun baru Hijriyah tiba pada tanggal 1 Muharam. Yang aku tau, tahun baru masehi adalah tanggal 1 Januari. Rasanya, sejak sebelum masuk SD aku sudah tau ini. Sedangkan tahun baru islam, rasanya sudah diajarkan di sekolah dulu, namun..aku tak mengingatnya. Tak terfikir olehku untuk merasa penting mengingat ini. Masyaallah.

Dan, waktu terus saja berputar. Dunia semakin menua. Tak terasa, semuanya begitu cepat berlalu. Sementara aku, masih tetap begini, belum ada kemajuan signifikan yang lebih baik. Keislamanku masih sangat dangkal. Keilmuanku juga masih sangat minim. Kecerdasan mentalku juga masih sangat rendah. Kemampuanku berkomunikasi dan bersosialisasi juga masih terbatas. Dan, kebermanfaatanku untuk orang lain juga belum seberapa. Aku hanya hidup untuk diri sendiri, dengan berpegang pada apa yang aku pikirkan dan aku sukai, serta seadanya. Aku masih jauh dari sebutan “Sukses”. Sekarang, aku merasa seperti sedang mendapat teguran dari Tuhan. Aku tersadar!

Malam tadi, aku merenungi diriku sendiri di kamar kost yang sepi. Aku merenungi kehidupanku. Aku merenungi lingkungan sekelilingku. Aku merenungi apa yang terjadi di dunia ini. Aku merenungi hasil pengamatanku terhadap manusia, dan semua fenomena-fenomena di alam ini. Ingatanku kembali pada peristiwa-peristiwa yang pernah membuat tertawa, yang menggugah rasa, yang menginspirasi, yang membuat terharu, yang membuat menangis, yang membuat sakit, dan bahkan yang membuat gila. Baik itu yang terjadi padaku, yang kutonton di televisi, yang kudengar dari cerita teman, yang kubaca dari koran, dan sebaginya.

Aku menghela nafas, lalu tersenyum sendiri. Dan... setelah itu...tak terasa air mataku menitik. Aku sedih..., sediiih sekali.. !

Untung aku sedang sendiri di kamar ini, jika sampai ada yang melihatku, mungkin aku dikira gila! Tersenyum sambil menangis.

Aku tak ingin berlarut-larut dalam kesedihan yang sia-sia. Hari telah menunjukkan pukul sembilan malam waktu itu, saatnya aku bersiap-siap untuk istirahat. Aku segera bergegas ke kamar mandi, kuambil air wudhu. Aku tak ingin membiarkan airmataku meleleh begitu saja tanpa makna. Aku tak ingin air mataku mengering begitu saja. Aku harus mengeringkan air mataku dengan sentuhan lembut dari sang kekasih sejati, Allah yang Maha Mengasihi, Maha Menyayangi, dan Maha Mencintai. Sebelum jiwa raga ini istirahat, aku harus menghadap-Nya melalui shalat sunah.

Dalam sujudku, aku mengadu. Dalam dudukku setelah salam, aku utarakan pengakuan dan harapanku. Istighfar, tasbih, tahmid, dan takbir kuucapkan berulang-ulang. Dan airmataku semakin meleleh. Aku larut dalam konsentrasi yang paling tinggi dalam komunikasi dengan Dzat yang abstrak namun kongkrit, Allah SWT.

“Ya Allah,,, Tuhan pemilik dan penguasa alam semesta. Aku datang padaMu. Aku ingin menyampaikan semua rasa yang ada di dalam hatiku. Aku berharap, Engkau berkenan mendengarkanku wahai Tuhan yang Maha Mendengar..

Tuhanku yang Maha Bijaksana, betapa bergemuruhnya rasa di dadaku ini ya Allah... Aku sedih.. aku menyesal..dan aku takut.. Aku memohon sekiranya Engkau berkenan untuk menerima pengaduanku ini, karena hanya Engkaulah tempatku mengadu dan memohon pertolongan.

Ya Allah... Aku menyadari betapa banyak salah dan dosa yang telah kulakukan selama ini. Tanpa kusadari, aku seringkali melalaikanMu. Dalam menjalankan kehidupan sehari-hari di dunia ini, seringkali aku mengabaikanMu, seringkali tak terfikir olehku untuk melibatkanMu dalam setiap aktivitasku. Aku merasa mampu melakukannya sendiri, aku merasa akulah penentu dari semua keberhasilan yang aku impikan. Ternyata aku salah, Tuhan. Sesungguhnya, tanpa kehendakMu, semua hal di dunia ini tidak akan dapat terjadi. Begitu pula sebaliknya, yang Engkau kehendaki terjadi, pasti akan terjadi, meskipun aku tak menginginkannya. Aku sekarang yakin akan hal itu ya Allah! Aku telah menyadari sepenuhnya, bahwa dalam setiap langkahku, aku harus selalu melibatkan Engkau dan aku harus menyerahkan kepada Engkau segala apa yang telah kuikhtiarkan. Karena sesungguhnya, hanya Engkaulah yang Maha Mengetahui baik buruknya akhir dari suatu urusan.

Ya Allah, mungkin saja aku menjadi seperti itu karena pemahamanku tentang Islam masih sangat minim. Aku juga belum begitu baik dalam mengenalMu. Aku menyesal Tuhan, kenapa selama ini aku hidup dengan kegiatan yang sebagian besar tercurah hanya untuk urusan duniawi belaka? Dan aku, tak mengerti bahwa semestinya dalam menjalankan tugas-tugas keduniawianku aku mesti melibatkan Engkau. Proporsi intensitasku membaca buku tak seimbang dengan intensitas membaca alqur’an. Aku lebih sering membaca buku dari pada membaca alqur’an. Jangankan untuk mengaitkan ilmu yang kupelajari tentang dunia ini dengan pesan-pesan yang terkandung dalam alqur’an. Aku begitu hina!
Padahal, selama ini aku hidup penuh dengan karuniaMu yang tak terhingga, rejeki dariMu yang terus mengalir, dan semua nikmat yang telah Engkau berikan kepadaku begitu banyak. Namun, aku tak mengerti bagaimana caranya berterimakasih kepadaMu, Ya Allah.. Aku tak tahu diri!

Dan...sekarang aku mengerti bahwa, kedangkalan pemahamanku terhadap agama yang menjadi identitasku di KTP ini, agama yang diwariskan oleh orangtua yang telah melahirkanku, agama yang istimewa sebagai rujukan manusia dalam berkehidupan di dunia, berdampak pada ketidaksempurnaanku dalam menjalani kehidupan. Banyak sekali salah dan dosa yang kulakukan! Tuhanku, Allah yang Maha Mengampuni, aku sungguh menyesal!

Sekarang, dengan penuh kesungguhan dan kerendahan hati, serta, dengan penuh pengharapan kepadaMu, aku memohon ampunanMu ya Allah atas ketidaksesuaian pola pikirku, tutur kataku, dan perilakuku baik dalam beribadah kepadaMu maupun dalam kehidupan sosialku, dengan apa yang semestinya Engkau anjurkan atau Engkau ridhoi.

Ya Allah, aku juga menyadari... dalam diriku masih banyak penyakit. Selama ini aku tak menyadari, bahwa aku masih terbelenggu oleh kemalasan yang akhirnya menggerogoti jiwaku. Selama ini aku sering mengabaikan pesan orang tua. Selama ini, aku cenderung melakukan hal-hal yang terlihat menguntungkan diriku saja. Selama ini, aku merasa sulit untuk menjalankan kebaikan. Selama ini aku merasa telah benar sendiri. Selama ini aku tak sadar bahwa yang kulakukan itu salah. Selama ini aku tak menyadari bahwa aku telah mengabaikan orang lain, padahal orang itu begitu peduli kepadaku. Selama ini aku telah sering mengingkari janji, dan aku berdalih bahwa aku tak sengaja lupa atau aku memiliki kepentingan lainnya yang tak bisa diwakilkan. Aku tak menyadari, dengan begitu aku telah melakukan dua kesalahan, yaitu mengingkari janji dan melukai hati orang lain. Selama ini, aku juga seringkali berburuk sangka. Selama ini aku kurang baik dalam memegang amanah. Selama ini aku sering berkeluh kesah. Selama ini aku kurang bertanggung jawab. Selama ini aku kurang berdedikasi dalam pekerjaanku. Selama ini aku kurang serius mengerjakan tugas-tugasku. Selama ini aku kurang memiliki empati kepada orang lain. Selama ini aku cenderung bertindak sesuai dengan persepsiku sendiri. Selama ini aku seringkali menunda-nunda pekerjaan. Ya Allah, begitu banyak kesalahanku.
Ya Allah... Mohon maafkan aku, Wahai Tuhan yang Maha Pemaaf dan gemar memaafkan. Aku telah menyadari seluruhnya apa yang khilaf dari diriku selama ini. Aku bertaubat padaMu, Tuhan! Dan sekarang, aku memohon kemurahan hatiMu untuk : memaafkanku, menerima taubatku, membimbingku, melindungiku, dan menolongku selalu dalam setiap saat dan kesempatan. Melalui moment tahun Baru Hijriyah 1 Muharam 1436 ini, aku ikrarkan janjiku, “Aku Harus Berubah!”. Terimakasih ya Allah, atas penyadaran ini, aku yakin ini adalah salah satu wujud kasih sayangMu kepadaku.”

Alhamdulillah, malam tadi, setelah curhat kepadaNya hatiku legaa sekali, setelah menutup doaku. Aku tenang, airmataku telah kering. Aku tersenyum. Dengan penuh semangat, aku rapikan mukena dan sajadah, lalu meletakkannya di gantungan dalam lemari. Lalu, aku berpindah ke meja belajar. Aku mengambil diaryku, dan menuliskan janjiku.

Resolusi Tahun Baru Islam 1 Muharam 1436 Hijriyah

1. Mempelajari islam lebih intensif dan berkualitas
2. Rajin membaca dan mempelajari alqur’an
3. Memegang teguh prinsip-prinsip islam dengan konsisten
4. Bekerja/belajar sungguh-sungguh dengan penuh integritas
5. Mendahulukan yang prioritas, tinggalkan kebiasaan menunda
6. Meningkatkan kepedulian dan empati terhadap sesama
7. Menepati janji, baik janji pada tuhan, diri sendiri dan orang lain.
8. Senantiasa memperbaiki diri sebaik-baiknya.

Demikianlah, puas sudah hatiku. Semoga Allah membimbing dan membantuku dalam merealisasikan resolusi tahun baru hijriyah. Aku kembali tersenyum sendiri. Lalu, beranjak tidur.
Dan hari ini, aku merasa lebih segar dan bersemangat. Semoga Allah tidak memalingkan hatiku setelah mendapatkan petunjuk dari-Nya ini. Aamiin.

“SELAMAT TAHUN BARU ISLAM, 1 MUHARAM 1436 HIJRIYAH, WAHAI TEMAN-TEMANKU!”

No comments:

Post a Comment