Wednesday, October 12, 2022

Menjaga Perasaan, Pentingkah?

Kamu memendam perasaan cinta sama seseorang, trus kamu diam-diam aja karena kamu nggak berani untuk menyatakan cinta kepadanya. Artinya, perasaan yang kamu rasain ke dia itu kamu biarin ada di hati dan kamu ngejaga itu meskipun hati kamu resah gelisah sepanjang masa.

Itukah yang namanya “menjaga perasaan”?

Hemm…

Bukan, teman…

Maksud saya pada tulisan kali ini bukan menjaga perasaan seperti itu.. Hehe…

Saya lagi pengen ngomongin topik tentang menjaga perasaan yang situasinya kayak begini nih. Simak baik-baik ya… yang konsentrasi bacanya… jangan ngelamunin dia aja…!

Contoh pertama.

Seorang adik tiba-tiba mengeluh ke kakaknya yang lagi asyik makan di meja makan.

“Duh..mbak… perutku kok skrg gendut sih… padahal aku makannya nggak banyak loh…”

Si kakak ini langsung berhenti makan. Dia mbatin, si adek ini klo ngomong nggak pake mikir ya. Udah tau kakaknya ini gendut, dia ngeluh-ngeluh sama kakak yang gendut.

“Dek, kamu harus rajin senam tuh kayak dulu..” kakaknya jawab gitu.

Kemudian,besok-besoknya, si adik ini ngeluh lagi ke kakaknya. Emang dasar ini adik manja sih. Dikit-dikit ngeluh.

“Duh, mbak.. ini jerawat ku kok ga ilang-ilang sih… males banget lihat muka kalo lagi ada jerawat gini…” Dia ngomong di depan kakaknya sambil mencet2in jerawat di depan cermin. Dan karena dia sibuk ngurusin jerawatnya, dia ga tau tuh kalo minggu-minggu itu si kakak juga lagi berjerawat. Tapi, si kakak karena ngerasa bersyukur-bersyukur aja, dia nggak pernah mengeluhkan jerawat ini..

Sambil bercanda dia menjawab,

“Hemm.. dek… Kamu ga lihat apa kalo mbak juga lagi berjerawat. Tapi mbak santai aja tuh. Lagipula, kamu mengeluhkan sesuatu ke orang yang punya masalah yang lebih berat. Apa nggak sama aja dengan nyindir namanya itu… Ngeluhin masalah gendut ke mbak yang lebih gendut dari kamu. Ngeluhin jerawat disaat mbak lagi banyak jerawat begini… itu bener-pener penghinaan namanya dek…hahaha. Sudahlah mengeluh. Syukuri aja yang sedang kamu alami. Kalo nggak mau gendut ya rajin olahraga, diet, dll. Kalo ga mau jerawatan ya rajin bersihin muka…”

Si kakak jawab sambil bercanda karena dia memang nggak begitu musingin masalah2 sepele begitu…

Dalam contoh ini kita bisa tau kan bahwa si adik ini nggak bisa menjaga perasaan kakaknya. Dia nggak berfikir bahwa seandainya dia ngomong begitu ke orang lain bisa jadi orang lain akan tersinggung. Untung aja dia cerita ke kakaknya.

Contoh kedua.

Ada seorang mahasiswa. Saat ujian dia merasa tidak bisa mengerjakan. Dan hasil ujiannya memang nggak begitu bagus. Katakanlah dapat nilai 45. Lalu, dia bercerita ke temannya.

“Ya ampuun…ujian aku kemarin dapat nilai jelek bangeeet… Masa dari 10 soal aku cuman dapet nilai 45… Masih jauh di bawah rata-rata kelas lagi… “ dan seterusnya dia menyesalkan keadaan itu, dia terus bercerita tentang sulitnya soal ujian itu, dia nggak ngerti materinya, dia merasa nggak mampu, dan lain-lain..

Padahal tau nggak, si temannya itu, teman tempat dia bercerita itu tuh, sebenarnya lagi sedih juga karena ujiannya gagal. Nilainya jauh lebih kecil dari teman itu, Cuman dapat nilai 12, untuk matakuliah yang berbeda. Sedangkan si teman yang dapat nilai 45 tadi itu nggak ada nanya-nanya sama sekali tentang bagaimana ujian temannya itu. Dia sibuk menceritakan keadaannya saja tanpa berfikir orang tempat dia bercerita itu sedang mengalami kondisi yang lebih buruk. Tentu, hati si teman tadi bisa tambah nelongso kan dengar keluhan seperti itu. Dalam hati dia membatin, "Dapat nilai 45 aja udah merasa jatuh begitu, apalagi aku ya..?"

Dalam contoh ini, jelas kan bahwa si mahasiswa yang dapat nilai 45 ini nggak bisa menjaga perasaan temannya yang dapat nilai 12.

Nah, contoh-contoh kayak begini nih sering kita jumpai kan ya. Bahkan bisa jadi pernah juga kita alami. Atau bisa juga kita yang melakukannya..

Contoh lainnya tentu masih banyak lagi. Bisa jadi, masalah menjaga perasan orang tua, menjaga perasaan dosen, menjaga perasaan mahasiswa, menjaga perasaan sahabat, kekasih, tetangga, dan lain sebagainya..

Masalah menjaga perasaan tentu sangat terkait dengan yang namanya relationship. Kalo nggak ada relationship, tidak ada yang namanya “menjaga perasaan”. Seperti relationship antara anak dengan orang tua. Seorang anak harus bersikap sedemikian rupa sehingga orang tuanya nggak kecewa, nggak terluka, dll. Ya kan? Nah…sikap yang dilakukan oleh seorang anak dalam rangka membuat hati orang tuanya agar tidak kecewa atau terluka ini diantaranya ada yang tergolong “menjaga perasaan” orang tua. 

Dalam konteks relationship yang lain pun sama. Apabila kita bersikap yang membuat orang lain (yang ada relationship dengan kita) itu terluka, atau sakit hati gitu, atau jadi sedih, itu artinya kita tidak menjaga perasaannya.

Nah, seberapa penting kah kita menjaga perasaan orang lain yang terlibat dalam suatu relationship dengan kita? 

Menurut saya adalah tergantung seberapa respeknya kita dengan hubungan itu, seberapa hormatnya kita pada hubungan itu, dan seberapa berartinya hubungan itu bagi kita.

Seorang murid terkadang bersikap “nggak sopan” terhadap guru karena dia tidak menganggap hubungan dengan gurunya itu sesuatu yang penting. Dia tidak respek terhadap gurunya, sehingga dia tak berfikir bahwa sikapnya itu bisa membuat perasaan sang guru menjadi terganggu.
Begitu juga dalam konteks hubungan yang lain.

Apalagi hubungan dengan orang tua dan hubungan dengan orang yang kamu anggap spesial lainnya. Jangan sampai kita bersikap yang bisa membuat hatinya terluka.

Mungkin bisa jadi, kamu melakukan sesuatu yang tidak salah. Tapi, dalam konteks your relationship, itu bisa bikin perasaannya terganggu nggak? Kalo iya, artinya kamu nggak menjaga perasaannya.

Jadi, kalo kamu menganggap hubunganmu dengan seseorang itu penting, dan kamu menganggap orang itu berarti dalam hidupmu, maka sebaiknya kamu juga bisa menjaga perasaannya… Menjaga perasaan itu sama aja kamu menjaga agar hubungan baik yang kamu jalani itu akan terus bertahan…

No comments:

Post a Comment